TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan keuangan digital PT Visionet Internasional atau OVO menanggapi rumor yang menyebut bakal ditinggalkan investor strategis, Lippo Group.
“Mengenai rumor tersebut, saya justru baru saja bertemu dan berdiskusi panjang lebar dengan Direktur Lippo Group John Riady. Kami berdiskusi mengenai pengembangan perusahaan ke depan dan banyak memberikan masukan dan sangat suportif terhadap berbagai upaya pengembangan bisnis perusahaan,” kata Presiden Direktur OVO Karaniya Dharmasaputra dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat, 15 November 2019.
Baca Juga:
Karaniya mengatakan OVO adalah perusahaan penyedia layanan keuangan digital yang didirikan, dirintis, dan dikembangkan oleh Lippo Group. Saat ini, para pemegang sahamnya sudah sangat beragam, seiring meningkatnya kinerja dalam dua tahun terakhir.
“Kami adalah perusahaan independen yang dikelola oleh manajemen profesional. Mana mungkin OVO berpisah dari pendirinya,” kata dia.
Menurut Karaniya, beberapa hari terakhir muncul rumor yang sangat merugikan eksistensi OVO dan Lippo Group.
Dia menyatakan akan OVO terus berinovasi untuk meningkatkan pangsa pasar dan jangkauan penggunaan dompet digital elektronik (e-wallet) sebagai solusi pembayaran nontunai di Indonesia.
Langkah konkret tersebut ditempuh OVO seiring terus membaiknya kinerja perusahaan itu di pasar e-wallet. “Kami terus berinovasi dan memberikan kemudahan kepada konsumen. OVO tetap konsisten menjalankan komitmen kami untuk melayani masyarakat,” kata dia.
Menurut Karaniya, promosi berbentuk cashback dan pemberian fasilitas lainnya merupakan hal yang biasa di dunia startup saat ini, sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat.
“Yang perlu dicatat adalah OVO sebagai perusahaan keuangan digital memiliki peta jalan yang jelas untuk menuju profitabilitas sebagai sebuah entitas bisnis yang berkelanjutan. Kami baru berusia dua tahun dan sedang dalam tahap edukasi untuk pengembangan pangsa pasar. Ini penting, karena pasar uang elektronik Indonesia baru bergeliat, dan akan terus berkembang dengan teramat pesat dalam satu hingga dua tahun ke depan,” kata Karaniya.
Sejak beroperasi di Indonesia pada 2017, popularitas OVO melejit. Dia mengapresiasi animo masyarakat yang terus meningkat dalam penggunaan sistem cashless, khususnya OVO.
Menurut dia, adalah wajar apabila produknya mengenakan biaya transfer kepada konsumen untuk setiap transaksi ke perbankan.
“Saya pikir wajar. Nilainya juga terbilang kompetitif. Kalau dibandingkan dengan biaya transfer di perbankan, jelas nilai yang diterapkan OVO jauh lebih rendah. Apalagi dari sisi fitur, teknologi kami real time, aman, dan nyaman,” kata Karaniya.
ANTARA