TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Pertanian mencatat setidaknya ada 88 titik di berbagai kabupaten dan kota yang terdeteksi sebagai daerah rentan rawan pangan. Kesimpulan itu didapat dari hasil pemetaan yang dilakukan Kementan pada Tahun 2018. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menuturkan setidaknya pemerintah saat ini menjaga daerah rentan rawan tersebut tidak bergeser menjadi daerah rawan pangan untuk sementara.
"Ada daerah yang bisa menjadi rawan kalau tidak diberi perhatian yang cukup kategorinya, antara lain di daerah yang terlalu jauh, pegunungan, terisolasi, daerah-daerah perbatasan, infrastrukturnya tidak siap macam-macam," ujar Syahrul, Rabu 30 Oktober 2019.
Setidaknya, ada enam kementerian akan dilibatkan dalam pengentasan daerah rentan rawan kemiskinan. Keenam kementerian itu di antaranya, Kementerian Sosial, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Kesehatan. Selanjutnya Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, dan Kementerian Dalam Negeri, serta Lembaga Ketahanan Nasional.
Ia menargetkan minimal selama satu tahun mereka masyarakat tidak lagi kesulitan makan. Dengan menggandeng beberapa pemangku kepentingan, pendidikan pun jalan lantaran gizinya terjamin. Selain itu, kesehatan masyarakat, bantuan sosial, hingga infrastruktur pendukung juga harus terjami. Berikutnya, Syahrul mengatakan akan melakukan pengukuran dan pemetaan sehingga bisa menentukan langkah intervensi yang jelas. Adapun intervensi itu, kata dia, bervariasi bergantung kepada pemetaan kebutuhan masing-masing daerah.
"Jadi apa yang dibutuhkan daerah hingga akhirnya ada sistem permanen mereka sendiri, yaitu dengan kemandirian mereka, tidak bisa tingkat pusat saja, ini juga tugas para gubernur, bupati, camat, ini yang dikolaborasikan," ujar dia.
Kepala Badan Ketahanan Pangan Agung Hendriadi menuturkan penentuan status rentan rawan pangan didasari oleh sembilan kriteria. Adapun kriteria tersebut di antaranya dengan meninjau rasio konsumsi normatif per kota terhadap ketersediaan pangan, persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Selain itu, persentase rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk pangan yang lebih dari 65 persen terhadap total pengeluaran juga menjadi indikator kerawanan pangan.
Kriteria lainnya, persentase rumah tangga tanpa akses listrik, rata-rata lama sekolah perempuan umur di atas 15 tahun, persentase rumah tangga tanpa akses air bersih, dan rasio jumlah penduduk per tenaga kesehatan terhadap kepadatan penduduk juga menjadi dasar penilaian. Kriteria lainnya adalah prevalensi balita stunting dan angka harapan hidup pada saat lahir. Dengan jumlah tersebut, Agung menuturkan daerah yang rentan rawan pangan mencapai 17,1 persen dari total kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Adapun 426 kabupaten/kota lainnya atau sekitar 82,9 persen sudah masuk ke kategori tahan pangan.
"Amanat kepada kami, tidak boleh ada wilayah yanng tidak tahan pangan, jadi 17 persen ini juga harus kami bebaskan dengan menyesuaikan tahapan yang telah disusun," ujar dia.
Direktur Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Aisyah Gamawati menuturkan telah menyiapkan sejumlah langkah untuk mengentaskan daerah rentan rawan pangan tersebut. Salah satu arah kebijakannya adalah dengan peningkatan produksi, distribusi, dan diversifikasi komoditas pangan pokok yang dibutuhkan. Selain itu, ujar Aisyah, kementerian akan meningkatkan akses pangan melalui pengembangan cadangan pangan.