TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia menyampaikan beberapa pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan oleh Nadiem Makarim di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Adapun Nadiem ditunjuk Presiden Joko Widodo atau Jokowi menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di Kabinet Indonesia Maju periode 2019 - 2024.
“Kepada Mendikbud, yang perlu diselesaikan adalah masalah zonasi,” kata Wakil Ketua Ombudsman, Lely Pelitasari Soebekty, dalam acara Ngopi Bareng Ombudsman di Gedung Ombudsman, Jakarta Selatan, Rabu, 23 Oktober 2019.
Menurut Lely, diperlukan beberapa penyempurnaan aturan dalam kebijakan zonasi sistem sekolah ini. Tujuannya, agar pelaksanaan di lapangan tidak menimbulkan kegaduhan setiap tahun ajaran. Situasi ini memang terjadi hingga tahun lalu saat pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB. Sejumlah orang tua dan murid pun mengaku resah.
Dosen Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Bagas Pujilaksono Widyakanigara saat itu secara terbuka menyebut metode zonasi adalah metode salah urus yang menjungkir-balikkan proses persaingan terbuka dan merampas kebebasan anak untuk memilih sekolah sesuai cita-citanya. "Yang terjadi, hanya gara-gara rumahnya dekat dengan sekolah negeri favorit, dengan nilai UN (ujian nasional) super jelek, bisa diterima," kata dia, Selasa, 18 Juni 2019.
Staf Khusus Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Manajemen, Hamid Muhammad, mengatakan bahwa mindset sekolah favorit belum hilang. Sistem zonasi, kata dia, justru bertujuan untuk memunculkan sekolah favorit baru di setiap zonasi. "Kalau yang dikejar sekolah favorit itu-itu saja, pemerataan sekolah kita enggak akan berkembang," kata Hamid kepada Tempo, Rabu, 19 Juni 2019.
Anggota Ombudsman Ahmad Suadi juga mengatakan persoalan zonasi ini terjadi karena belum adanya pemerataan fasilitas pendidikan di daerah, mulai dari bangunan sekolah, laboratorium, hingga tenaga pengajar. Sehingga, masih ada kecamatan di Indonesia yang belum memiliki SMP maupun SMA. “Sejak Indonesia merdeka, strategi pendidikan dan kebudayaan masih sentralistik,” kata dia.
Masalah, kata Suadi, tidak hanya pada zonasi, tapi juga anggaran pendidikan 20 persen. Ia menyebut belum seluruh daerah menganggarkan dengan minimal besaran tersebut. Menurut Suadi, penunjukan Nadiem sebagai Mendikbud, menggantikan Muhadjir Effendy memang cukup radikal. “Namun siapa tahu Nadiem Makarim bisa memberikan terobosan, yang penting jangan sampai Kemendikbud selalu lihat ke atas, tapi di bawahnya keropos,” kata dia.