TEMPO.CO, Jakarta - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan hanya 23 persen dari Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara buruh dan perusahaan yang mengatur mengenai pelecehan seksual. Sisanya tak mengatur sama sekali mengenai tindakan pidana ini.
“Hal ini tergambar, nampaknya pelecehan seksual belum menjadi isu penting bagi pekerja,” kata Ketua Departemen Bidang Komunikasi dan Media KSPI Kahar Cahyono saat dihubungi di Jakarta, Selasa, 8 Oktober 2019.
Data tersebut dikutip Kahar dari Survei Perlindungan Hak Reproduksi Buruh yang dilakukan Komite Perempuan Industri All Indonesia Council, akhir 2018 yang juga melibatkan KSPI. Untuk itu, Kahar menilai perlindungan terhadap pekerja perempuan sudah sangat mendesak. “Terutama untuk memastikan dunia kerja tanpa diskriminasi dan kekerasan seksual,” kata Kahar.
Pernyataan ini disampaikan Kahar menanggapi peresmian Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) di Bintan Inti Industrial Estate (BIEE), Bintan, Kepulauan Riau. Peresmian dilakukan langsung oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise karena merupakan program di kementeriannya.
“Masih banyak dijumpai adanya diskriminasi dan kekerasan dalam ketenagakerjaan dan pekerja perempuanlah yang banyak menjadi korban,” kata Yohana dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 7 Oktober 2019. Pelecehan seksual pun merupakan salah satu dari bentuk kekerasan yang dialami oleh perempuan pekerja.
Yohana mengatakan, RP3 ini merupakan wadah untuk memerdekakan hak dan perlindungan pekerja perempuan. Adapun rumah perlindungan di BIIE ini merupakan satu dari lima rumah yang didirikan di lima kawasan industri, selain Cakung (Jakarta) Karawang (Jawa Barat), Cilegon (Banten), dan Pasuruan (Jawa Timur).
Kementerian PPPA pun mencatat hingga Oktober 2019, sebanyak 8.029 perempuan dengan berbagai latar belakang menjadi korban kekerasan di sejumlah tempat. Berdasarkan tempat kejadian, sekitar 128 orang perempuan menjadi korban kekerasan dengan lokasi tempat kerja, atau 1,6 persen dari 8.029.