TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR Sumarjati Arjoso menilai penarikan utang tahun depan tidak produktif, karena digunakan untuk membayar bunga utang.
"Utang tahun depan hanya Rp 351 triliun untuk membayar bunga utang Rp 300 triliun. Berarti kita utang hanya untuk membayar bunga utang," kata Sumarjati di Kompleks Gedung DPR, Jakarta, Jumat, 6 September 2019.
Dia melihat utang luar negeri terus meningkat dalam beberapa waktu belakangan. Yakni pada Agustus 2019, utang tercatat bengkak hingga mencapai Rp 5.485 triliun.
"Memang kalau persentase terhadap PBD belum mengkhawatirkan. Tetapi, bahwa utang kita hanya untuk membayar utang perlu kita pikirkan bersama. Apalagi pajak juga menurun," ujar dia.
Sumarjati juga mengatakan penambahan utang seharusnya bisa diawasi pemanfaatannya dengan baik. Dia meminta jangan sampai penambahan utang masuk ke kantong pada koruptor.
Hal itu dia sampaikan saat rapat pengambilan keputusan soal postur sementara RAPBN 2020 bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti, dan perwakilan Bappenas.
Adapun pemerintah Jokowi-JK menganggarkan penarikan utang baru di 2020 sebesar Rp 351 triliun. Angka tersebut turun jika dibandingkan dengan jumlah pembiayaan tahun ini sebesar Rp 373 triliun.
Sebelumnya Sri Mulyani menyampaikan Pokok-pokok Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 2020 kepada Dewan Perwakilan Rakyat, hari ini, Rabu, 28 Agustus 2019. Dalam kesempatan itu, dia mengatakan pemerintah akan terus mengelola utang negara secara efisien, hati-hati, transparan dan akuntabel.
"Karena Indonesia pada saat ini dikenal sebagai negara emerging besar dengan tingkat utang termasuk paling rendah dan defisit paling rendah, dibanding negara G20, maupun negara-negara emerging di luar G20 lainnya," kata dia di ruang sidang Badan Anggaran DPR, Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2019.
Dia mengatakan pembiayaan utang pada 2020 akan Rp 351,9 triliun. Angka itu lebih rendah dari 2018 yang sebesar Rp 372 triliun, namun lebih rendah dari perkiraan realisasi atau outlook 2019 yang sebesar Rp 373,9 triliun.
Menurutnya, pengendalian rasio utang dalam batas aman berkisar 29,4 hingga 30,1 persen PDB untuk mendukung kesinambungan fiskal. Sedangkan untuk menjaga keseimbangan makro dengan menjaga komposisi utang domestik dan valas dalam batas terkendali, serta pendalaman pasar keuangan.