TEMPO.CO, Jakarta - Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan mencatat, selama tahun 2018 telah menghabiskan Rp 79,2 triliun untuk membayar klaim atas 84 juta kasus penyakit warga negara Indonesia. Pembayaran terbesar diberikan untuk klaim kasus penyakit jantung, yakni sebesar Rp 9,3 triliun.
Aktuaris BPJS Kesehatan Ocke Kurniandi menjelaskan, penyakit katastropik atau penyakit perlu perawatan khusus dan berbiaya tinggi adalah yang paling banyak membebani anggaran dari BPJS Kesehatan. Sebagai informasi pada tingkat rumah tangga, penyakit yang teridentifikasi sebagai penyakit katastropik antara lain, cirrhosis hepatis, gagal ginjal, penyakit jantung, kanker, stroke, serta penyakit darah (thallasemia dan leukemia).
Untuk penyakit katastropik ini, BPJS Kesehatan telah mencairkan dana senilai Rp 18 triliun atau 22 persen dari total dana pelayanan yang digunakan tahun 2018 lalu. "Biaya terbesar yang ditanggung seperti kardiovaskular, seperti penyakit jantung dan penyakit aliran darah lainnya," kata dia kepada Tempo, Sabtu 24 Agustus 2019.
Pembayaran terbesar adalah untuk penyakit jantung yang sebesar Rp 9,3 triliun. BPJS Kesehatan mencatat penyakit kanker pada posisi kedua dalam jumlah pembayaran santunan, yaitu senilai Rp 2,9 triliun. Adapun di posisi berikutnya adalah pembayaran untuk penyakit stroke, di mana telah dicairkan santunan sebesar Rp 2,2 triliun. Lalu gagal ginjal di peringkat selanjutnya dengan santunan yang digelontorkan untuk pengobatan sebesar Rp 2,1 triliun. Adapun penyakit darah seperti talasemia telah menelan dana senilai Rp 430 miliar.
Ocke menuturkan ada hal yang menarik dari kedua penyakit tersebut. Pertama, penderita stroke lebih banyak dialami peserta di Sumatera. Kedua, untuk penyakit
gagal jantung lebih banyak dialami di Jawa. "Saya belum bisa jelaskan fenomena ini, apakah disebabkan makanan atau hal lainnya," ujarnya.
Ia menyebut bahwa kebanyakan penyebab penyakit di atas disebabkan oleh banyaknya konsumsi gula. Karena itu, Ocke menyarankan pemerintah untuk memberikan pajak kepada makanan yang terlalu manis dan tidak sehat. Kemudian, pajak tersebut digunakan sebagai anggaran pengobatan masyarakat yang sakit karena makanan tersebut.
"Agar makanan yang sehat jadi lebih murah dan yang tidak sehat menjadi mahal. Agar bisa mensubsisdi yang sakit dan tidak bergantung pada APBN," ujar Ocke.
Selain untuk pembayaran klaim penyakit, anggaran BPJS Kesehatan sebagian besar juga digunakan untuk membiayai persalinan. Menurut Ocke, angka kelahiran Indonesia cukup tinggi. "Besarnya saya lupa angkanya, kalau persalinan jumlah penduduk kan tergantung fasilitas maksudnya tingkat kelahiran," tuturnya.
EKO WAHYUDI