Hal itu disampaikan Enggartiasto menanggapi tudingan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif soal OTT di sektor impor pangan karena Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian tidak punya kebijakan yang sinkron di bidang pangan. "Seperti kemarin saat ada impor beras Kementerian Pertanian mengatakan beras banyak tapi masih saja di impor, akhirnya Kepala Bulog mengeluh, mau ditaruh di mana impor ini karena gudangnya sudah penuh?" kata Laode di gedung Lemhanas Jakarta, Jumat pekan lalu.
Laode menyampaikan hal tersebut seusai KPK menetapkan anggota Komisi VI DPR RI Fraksi PDIP I Nyoman Dhamantra (INY) bersama lima orang lainnya yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap pengurusan izin impor bawang putih Tahun 2019.
I Nyoman diduga menerima "fee" sebesar Rp2 miliar dari pemilik PT Cahaya Sakti Agro (CSA) Chandry Suanda alias Afung agar Afung mendapat kuota impor bawang putih. "Fee" yang disepakati oleh I Nyoman adalah Rp 1.700 sampai Rp 1.800 dari setiap kilogram bawang putih yang diimpor atau Rp 3,6 miliar untuk 20 ribu ton bawang putih.
Namun untuk memenuhi "fee" tersebut, Afung meminjam dari Zulfikar namun baru terealisasi Rp2,1 miliar dan ditransfer ke rekening rekan Afung yaitu Doddy Wahyudi lalu ditransfer ke rekening Nyoman sebesar Rp2 miliar.
Terkait hal ini, Enggartiasto kembali menjelaskan proses impor bawang putih dimulai dengan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) dari Kementerian Pertanian. Dalam RPIH itu juga ada poin wajib tanam lima persen dari kuota impor. Setelah itu dipenuhi dan ada verifikasi, baru ke Kementerian Perdagangan.
Enggartiasto menyebutkan kebutuhan bawang putih per tahun sebenarnya sekitar 490 ribu ton. Pada 2018 terbit RPIH total 938 ribu ton. Dari jumlah itu dikeluarkan surat persetujuan impor bawang putih dari Kementerian Perdagangan sebesar 600 ribu ton. "Mengapa lebih? Untuk cadangan awal tahun 2019," katanya.
ANTARA