TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Onny Wijanarko mengatakan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada triwulan II 2019 mengalami defisit sebesar US$ 2 miliar. Menurut Onny, defisit ini disebabkan meningkatnya defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD) yang tak mampu sepenuhnya dibiayai surplus neraca Transaksi Modal dan Finansial (TMF).
Meski demikian, Onny menyebut NPI ini menunjukkan ketahanan eksternal ekonomi Indonesia yang masih terjaga baik. “NPI sepanjang semester pertama 2019 tetap mencatat surplus sebesar US$ 0,4 miliar,” kata dia dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat, 9 Agustus 2019.
Baca Juga:
Kondisi surplus ini, kata Onny, tetap berlanjut sejalan dengan persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian Indonesia. Surplus semester pertama 2019 ini ditopang surplus neraca transaksi modal dan finansial yang tinggi, serta defisit neraca transaksi berjalan yang terkendali dalam batas aman yaitu 2,8 persen dari PDB (Pendapatan Domestik Bruto).
BI mencatat defisit neraca transaksi berjalan pada triwulan II 2019 melebar. Kondisi ini dipengaruhi oleh perilaku musiman repatriasi dividen, pembayaran bunga utang luar negeri, serta perekonomian global yang kurang menguntungkan.
BI mencatat defisit neraca transaksi berjalan meningkat, dari US$ 7,0 miliar atau 2,6 persen dari PDB pada triwulan 1 2019, menjadi menjadi US$ 8,4 miliar atau 3 persen dari PDB. Selain repatriasi dan pembayaran bunga utang, pelebaran defisit juga terjadi akibat harga komoditas yang turun.
Ke depan, kata Onny, NPI diperkirakan tetap terjaga baik sehingga dapat terus menopang ketahanan sektor eksternal. Prospek NPI tersebut didukung defisit transaksi berjalan 2019 yang diperkirakan lebih rendah dari tahun 2018, yaitu dalam kisaran 2,5 persen hingga 3 persen PDB.
Selain itu, prospek aliran masuk modal asing juga tetap besar didorong persepsi positif investor terhadap prospek ekonomi Indonesia yang tetap terjaga. Bank Indonesia, kata dia, akan terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk meningkatkan ketahanan eksternal, termasuk berupaya mendorong peningkatan Penanaman Modal Asing (PMA).
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution berpendapat Indonesia masih memiliki kelemahan dalam bidang perdagangan internasional. "Indikator neraca pembayaran, saya kira adalah titik lemah kita yang utama," kata Darmin dalam peringatan 53 tahun Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian bertema Transformasi Ekonomi di Hotel Borobudur, Jakarta, di hari yang sama.
FAJAR PEBRIANTO | BISNIS.COM