TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu sore, menguat setelah meredanya konflik perdagangan antara Amerika Serikat dan Cina serta kawalan ketat dari Bank Indonesia di pasar uang.
Rupiah menguat 52 poin atau 0,36 persen menjadi Rp14.225 per dolar AS dari sebelumnya Rp 14.277 per dolar AS. "Perselisihan antara dua ekonomi terbesar dunia ini kembali mereda dari sebelumnya dan pasar kembali bergairah mengoleksi rupiah walaupun dolar menguat, di samping adanya pengawalan ketat dari BI," kata Direktur Utama PT Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi di Jakarta, Rabu.
Menurut Ibrahim, pelaku pasar saat ini boleh lega karena masih ada harapan AS dan Cina kembali ke meja perundingan. Kedua negara memang menyepakati pertemuan di Washington awal bulan depan.
Penasihat Ekonomi Gedung Putih Lawrence 'Larry' Kudlow mengungkapkan rencana pertemuan dengan Cina masih ada di atas meja. Bahkan kalau ada perkembangan positif dalam dialog, AS bisa saja mengubah kebijakan bea masuknya.
Di sisi lain, apa yang disangkakan oleh AS terhadap Cina yang disebut mulai melancarkan perang mata uangnya, hari ini tidak terbukti karena mata uang yuan kembali menguat. Yuan sengaja dilemahkan agar ekspor China tetap kompetitif dan sebagai sarana untuk menggertak AS.
Ini semua terjadi karena akhir pekan lalu AS menebar ancaman akan menerapkan bea masuk 10 persen bagi importasi produk-produk buatan Cina senilai 300 miliar dolar AS. Kebijakan ini rencananya berlaku mulai 1 September 2019.
"Balasan Cina ternyata lebih pedih. Cina 'memainkan' nilai tukar yuan agar produk China tetap menarik di pasar global, termasuk di AS," ujar Ibrahim.
Rupiah pada pagi hari dibuka melemah Rp 14.265 dolar AS. Sepanjang hari, rupiah bergerak di kisaran Rp 14.215 per dolar AS hingga Rp 14.292 per dolar AS.
Sementara itu, kurs tengah Bank Indonesia pada Rabu ini menunjukkan, rupiah melemah menjadi Rp 14.275 per dolar AS dibanding hari sebelumnya di posisi Rp 14.344 per dolar AS.