TEMPO.CO, Jakarta – Pertumbuhan ekonomi triwulan III 2019 diperkirakan stagnan di angka 5,05 persen seperti yang terealisasi pada triwulan II. Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance atau Indef, Ahmad Heri Firdaus, mengatakan kondisi pertumbuhan ekonomi nantinya bahkan bisa lebih rendah lantaran berbagai tekanan.
“Potensi (pertumbuhan) ekonomi bisa lebih rendah ketimbang triwulan II karena kondisi sekarang ekspor masih tertekan,” ujarnya saat dihubungi Tempo pada Selasa, 6 Agustus 2019.
Ahmad mengatakan kinerja ekspor sepanjang Januari hingga Juni 2019 kurang baik. Mengutip data Badan Pusat Statistik, ekspor selama triwulan II mengalami kontraksi mencapai 1,81 persen year on year.
Tekanan ini berdampak pada pertumbuhan lantaran kontrubisinya besar terhadap produk domestik bruto atau PDB. Ekspor yang lesu saat ini diperkirakan belum akan terlalu membaik pada triwulan selanjutnya.
Adapun faktor lain yang mempengaruhi potensi stagnansi pertumbuhan ekonomi adalah eskalasi perang dagang Amerika serikat dan Cina yang berdampak pada perlambatan ekonomi. Selain itu, perang dagang telah menggeser struktur impor. Ahmad mengatakan akan ada pertimbangan besar bagi investor untuk menanamkan investasinya ke beberapa negara.
Menurut Ahmad, Indonesia semestinya dapat merebut momentum dari perang dagang ini. Artinya, bila Amerika memberikan bea masuk kepada Cina dengan biaya tinggi, Negeri Tirai Bambu akan mengalihkan usahanya ke negara lain supaya dapat tetap mengekspor barang produksi.
“Indonesia harus bisa ambil peluang. Vietnam contohnya dekat dengan Cina. Dia berhasil jadi pusat industri baru,” ujarnya. Peluang ini juga dapat dimanfaatkan untuk mendorong investasi.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA