TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengusulkan agar sistem transportasi strategis memiliki pembangkit listrik sendiri. Hal ini menyusul peristiwa pemadaman listrik total di wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten sejak Ahad siang, 4 Agustus 2019 hingga tengah malam.
"Saya sudah rekomendasikan sejak dulu agar kegiatan strategis seperti MRT atau KRL mesti punya pembangkit sendiri. Jadi mereka double, sehari-hari di-cover dari situ tapi jaringan Jawa-Bali juga meng-cover atau sebaliknya," ujar Budi Karya di Kantor Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jakarta, Senin, 6 Agustus 2019. Contohnya saja seperti Bandar Udara Soekarno-Hatta yang saat ini sudah memiliki genset cadangan, di samping adanya jaringan listrik Jawa - Bali.
Belum lagi, kata Budi Karya, bila mempertimbangkan kebutuhan listrik MRT yang kini mencapai 60 megawatt dan akan berkembang menjadi 130 megawatt setelah rampungnya tahap kedua. "Layaknya MRT mempunyai suatu power plant, pembangkit sendiri, sehingga dia tidak tergantung."
Di samping itu, dengan adanya pembangkit listrik mandiri itu perseroan bisa mendapatkan pemasukan tambahan yang nantinya bisa mengurangi kegiatan yang kini masih disubsidi. Usulan serupa juga diajukan untuk KRL dan LRT. Saat ini konsep pembangkit listrik mandiri, ujar Budi Karya, masih diprioritaskan untuk transportasi di kawasan DKI Jakarta dan kota penyangganya. "Menghitung kebutuhannya, paling enggak 250 megawatt."
Adapun biaya untuk pembangunan pembangkit listrik mandiri itu, tutur Budi Karya, bisa dibebankan ke belanja modal masing-masing perseroan. Di samping, perseroan juga bisa menenderkannya ke orang lain.
Kalaupun tidak membangun pembangkit listrik anyar, Budi menyebut solusi lainnya adalah adanya suplai khusus dari PLN ke masing-masing sistem transportasi. Sehingga, perseroan memiliki suplai listrik lain selain jaringan Jawa - Bali sebagai cadangan.
Sebelumnya terjadi pemadaman listrik pada Ahad, 4 Agustus 2019 pukul 11.48 WIB hingga hampir tengah malam di Jawa Barat, Jakarta dan Banten yang berimbas kepada terganggunya layanan transportasi seperti KRL dan MRT. Hal itu berawal dari gangguan beberapa kali pada Saluran Udara Tegangan Extra Tinggi (SUTET) 500 kV Ungaran- Pemalang.
GM Unit Induk Pusat Pengatur Beban PLN Edwin Nugraha Putra menjelaskan padam listrik kali ini disebut N minus 3. Dia mengatakan N minus 3 artinya terdapat 3 yang terganggu. Yaitu, kata dia, di Pemalang-Ungaran terdapat dua sirkuit listrik di sistem utara. Kemudian di sisi selatan atau di Depok dan Tasikmalaya ada pemeliharaan 1 sirkuit.
"Sehingga ada total ada tiga sirkuit. Nah dua sirkuit di atas gangguan. Jadi langsung ada tiga sirkuit totalnya, disebut N minus 3. Gangguan N minus 3 tadi, terjadi satu kondisi yang disebut tegangan turun dengan cepat sehingga sirkuit yang bertahan tadi lepas. Akibatnya terlepaslah sistem barat dan timur," kata GM Unit Induk Pusat Pengatur Beban PLN tersebut.
HENDARTYO HANGGI