INFO BISNIS - Penyempurnaan Rancangan Undang-Undang Pertanahan (RUU-P) oleh Panitia Kerja Dewan Perwakilan Rakyat (Panja DPR) menjelang ketok palu, terus dilakukan. Salah satunya dengan mengakomodir usulan dan kritik Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dalam acara Diskusi Reforma Agraria di kantor Konsorsium Pembaruan Agraria, Jakarta, Rabu, 31 juli 2019.
Ketua Panja DPR, Herman Khaeron, menyambut baik masukan dari Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika yang menyoroti sejumlah faktor, yang dinilai kontradiktif, serta tidak pro rakyat kecil.
"Bagus, sangat bagus. Kami berterima kasih terhadap Mbak Dewi, maupun lembaga swadaya masyarakat lainnya. Kami selalu membuka diri pada kritik, sekeras apa pun, karena ini untuk kepentingan negara kita," ujar Herman yang juga mengklarifikasi kesalahpahaman mengenai isi dan tujuan RUU-P.
Dengan 15 bab dan 157 pasal, RUU-P dibahas sejak 2012. Lebih dari lima tahun pembahasan antara DPR dan Pemerintah berlangsung. Menurut Herman, kendati lama, perundangan ini memang harus sempurna karena mengandung amanat UUD 45 Pasal 37. RUU-P juga ditegaskan, bukan pengganti Undang-Undang Pokok Agraria 1960 (UUPA 1960). Melainkam berdiri sendiri. Penegasan ini sebagai jawaban atas kekhawatiran KPA terkait perundangan pertanahan yang sedang dibahas menjadi kontraproduktif lantaran tumpang tindih dengan UUPA 1960.
Salah satu perkara penting yang disorot KPA, selain masalah di atas, yakni pembentukan bank tanah. KPA menilai, bank tanah berpotensi mengancam arti penting dan posisi strategis RUU-P yang merupakan UU implementer dari Undang-Undang Pokok Agraria 1960 (UUPA 1960).
Bank tanah juga dinilai bertentangan dengan prinsip kerakyatan dan keadilan, serta terbersit ada kepentingan swasta dan investasi.
"KPA menolak ide bank tanah. Secara filosofi, selama ini kami dengar soal keluhan pemerintah tentang pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur. Kenapa kita khawatir? Karena akan vis a vis dengan bab lainnya, terutama reforma agraria. Isinya kurang lebih sama," urai Dewi saat memperoleh kesempatan berpendapat.
Menanggapi keluhan ini, Herman memaparkan, pembentukan bank tanah semata untuk melindungi rakyat kecil, sekaligus Mereduksi mafia pertanahan.
"Bank tanah menyediakan tanah dengan harga murah," ungkap Herman dan meyakinkan bahwa lembaga tersebut hanya sebatas operator. "Tenang, soal bank tanah kita kawal, masih ada waktu satu bulan," demikian penjelasan anggota Fraksi Partai Demokrat itu.
Sementara itu, Plt. Kepala Biro Hukum dan Humas ATR/BPN, Andi Tenrisau, menambahkan pentingnya keberadaan bank tanah. Ia mencontohkan, harga tanah di DKI Jakarta pada 2008 masih di kisaran Rp 3 juta. Kemudian melonjak drastis menembus Rp 10 juta pada tahun ini. Masalah tersebut menyulitkan ketika Pemerintah Daerah DKI berniat membangun rumah susun untuk rakyat.
Andi turut mengakui, "Proyek-proyek pemerintah selama ini terkadang terhambat persoalan harga tanah dan mekanisme. Mak, bank tanah merupakan keniscayaan yang harus kita bentuk."
Selain janji mengawal pembahasan bank tanah selama menggodok RUU-P menjelang ketok palu, sebagaimana diungkapkan sebelumnya oleh Herman pada September nanti, ia cukup senang KPA pada akhirnya satu kata untuk sistem satu pintu (single land system) yang masuk ke dalam perundangan itu.
"Dalam konsepsi terakhir, kami dan pemerintah sepakat menggunakan sistem satu pintu. Dan sekarang, KPA sudah sepakat, kan?" katanya.
"Nanti kita bahas bersama tentang Sistem pendaftaran tanah negara. Apakah satu pintu, semua ada di (Kementerian) ATR BPN? Apakah melalui kewenangannya masing-masing (di tiap kementerian terkait)? Itu yang harus dimatangkan. Tetapi amanatnya adalah satu sistem," papar Herman. (*)