TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia atau BI menyatakan kondisi neraca perdagangan bulan Juni 2019 yang tercatat surplus bakal berdampak positif bagi kondisi neraca transaksi berjalan. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Onny Widjanarko mengatakan tahun ini defisit transaksi berjalan atau current account defisit (CAD) diperkirakan sekitar 2,5-3 persen dari Produk Domestik Bruto.
"Kami menilai surplus neraca perdagangan pada Juni 2019 berdampak positif terhadap prospek neraca transaksi berjalan 2019, yang diperkirakan masih akan defisit sebesar 2,5 sampai 3 persen," kata Onny dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin 15 Juli 2019.
Baca Juga:
BI mencatat pada kuartal I 2019, neraca pembayaran mengalami surplus US$ 2,4 miliar. Meski mengalami surplus, kondisi neraca transaksi berjalan masih mengalami defisit sebesar US$ 7,0 miliar atau setara 2,6 persen dari PDB.
Onny mengatakan, ke depan, BI bersama dengan pemerintah akan terus berkoordinasi untuk mencermati perkembangan ekonomi domestik dan global. Dengan strategi ini, diharapkan stabilitas eksternal, khususnya dari sisi neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik atau BPS mencatat posisi neraca perdagangan pada Juni 2019 mengalami surplus sebesar US$ 196 juta atau dibulatkan menjadi US$ 0,2 miliar. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan performa kinerja ekspor dan impor pada bulan lalu terpengaruh cuti selama 9 hari pada masa Lebaran.
Suhariyanto menerangkan nilai impor pada Juni 2019 tercatat sebesar US$ 11,58 miliar dan capaian ekspor sebesar US$ 11,78 miliar. Adapun surplus disebabkan oleh surplus sektor nonmigas sebesar US$ 1.162,8 juta.
“Namun catatannya, neraca perdagangan dari Januari ke Juni 2019 masih mengalami defisit US$ 1,93 miliar,” ujarnya dalam konferensi pers yang digelar di kantor BPS, Pasar Baru, Jakarta Pusat, Senin, 15 Juli 2019.
Kinerja impor juga tercatat menurun untuk migas dan non-migas. Turunnya nilai impor seluruh komponen migas sebesar US$ 469,2 juta dan non-migas US$ 2.553,7 juta dibanding Mei 2019. Suhariyanto mengatakan penurunan kinerja neraca perdagangan dipengaruhi oleh melorotnya beberapa harga, seperti minyak kelapa sawit, batu bara, seng, tembaga, dan besi.