TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan adanya penandatanganan nota kesepahaman tentang pemanfaatan dan penguatan data beneficial ownership atau pemilik manfaat korporasi bisa mempermudah langkah Direktorat Jenderal Pajak dalam menghitung perpajakan.
BACA: Sri Mulyani: Gaji Ke-13 PNS Sudah Cair 99,9 Persen
"Dengan adanya kesepahaman ini, kami bisa mendapat konsistensi informasi mengenai siapa the ultimate beneficial ownership. Sebab, selama ini kesulitan saat kami saat mau menghitung perpajakan, akibat praktek transfer untuk tax avoidance dan evation," kata Sri Mulyani di Hotel Sultan, Jakarta Selatan, Rabu 3 Juli 2019.
Adapun Kementerian Hukum dan HAM sebelumnya mengelar acara penandatanganan nota kesepahaman terkait aturan penerima manfaat korporasi. Dalam penandatanganan ini, ada lima Kementerian yang menandatangani kerja sama ini. Kelimanya adalah, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan UKM serta Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional.
BACA: Sri Mulyani: Kantong Plastik Siap Dikenai Cukai Rp 200 per Lembar
Penandatanganan nota kesepahaman ini juga merupakan langkah lanjutan Kementerian Hukum dan HAM setelah munculnya Peraturan Presiden No 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat Korporasi untuk Pencegahan dan Pemberantasan Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme.
Sri Mulyani menjelaskan adanya nota kesepahaman soal penerima manfaat korporasi juga bakal melengkapi data milik Direktorat Jenderal Pajak terkait Automatic Data Exchange dan Information atau AEoI. Dia juga yakin kesepakatan ini bisa meningkatkan tata kelola korporasi menjadi lebih transparan.
Dengan adanya kesepakatan ini, baik lembaga publik maupun swasta seperti korporasi memiliki komitmen yang sama terkait transparansi dan akuntabilitas. "Kalau seluruh stakeholdernya sama-sama berkomitmen, itu sangat baik untuk tax collection hingga penggunaan uang pajak untuk pembangunan," kata Sri Mulyani.
Kendati demikian, Sri Mulyani enggan menjelaskan lebih lanjut terkait berapa potensi pungutan pajak yang bisa diambil setelah data beneficial ownership dan AEoI bisa tergabung. Sebab, dia perlu melihat dan menghitung lebih hati-hati terkait potensi penarikan pajak yang bisa diambil.