TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Direktur Lion Air Group Edward Sirait menyebutkan dalam hitungannya selama 100 hari pesawat Boeing 737 Max 8 dikandangkan di Indonesia, pihaknya sangat dirugikan di antaranya dari beban parkir pesawat di bandara. Pesawat-pesawat tersebut terparkir baik di Bandara kelolaan Angkasa Pura I maupun Angkasa Pura II.
Baca: Lion Air Ancang-ancang Tuntut Boeing, Asal...
Edward menghitung dengan beban parkir pesawat Rp 6 juta per hari dikalikan 100 hari dan 10 pesawat total beban yang harus ditanggung berkisar Rp 6 miliar. Beban tersebut belum termasuk kerugian akibat pesawat tidak beroperasi.
Setelah sekian lama, bukan atas kemauan perusahaan penerbangan memberhentikan operasinya, hal tersebut jelas membuat maskapai tidak diuntungkan. "Mereka (Boeing) harusnya sudah menawarkan secara bisnis, kalau tidak kami pasti datang menghampiri, tetapi harus ada dasar hukumnya. Kenapa kami saja yang menanggung, pasti, kami sudah persiapkan itu," kata Edward, Kamis malam, 27 Juni 2019.
Namun, Edward mengakui tidak dapat mendesak Boeing untuk membayar ganti rugi di saat seperti ini karena masih ada proses hukum yang tengah berjalan. "Kami menghormati proses bisnis yang sudah berjalan, nanti negara bersikap secara hukum, setelah itu baru kita bicara lebih lanjut."
Lebih jauh Edward menuturkan bahwa pihaknya masih menanti hasil keputusan hukum tetap atas investigasi produk Boeing yang sudah mengalami dua kecelakaan di Indonesia dan Ethiopia. Setidaknya Lion Air berencana akan melakukan dua hal dalam perkara Boeing ini.
Pertama, menunggu sambil tetap berpikiran positif dan meyakini Boeing pasti memikirkan beban para maskapai. Saat ini Lion Air Group (LAG) bukan perusahaan dengan pesawat MAX 8 terbanyak karena hanya memiliki 11 pesawat. Dengan jatuhnya 1 pesawat di perairan Karawang Oktober 2018, perusahaan masih menyisakan 10 unit yang dikandangkan.
Kedua, kata Edward, siapa pun maskapainya, keadaan begini, ketemu satu ketetapan dasar, itu orang punya kewajiban, pasti diklaim secara bisnis. "Kami tidak bisa tidak itu," ujarnya. Bila keputusan hukum memungkinkan, menurut dia, tidak tertutup kemungkinan Lion Air akan menuntut kerugian terhadap Boeing.
Terkait dengan kontrak pembelian pesawatnya dengan Boeing sangat mungkin ada perubahan karena perjanjiannya adalah membeli Wings 737 tidak spesifik beserta serinya. "Setelah ada ketetapan kami pasti aksi, tidak mungkin diam," ucap Edward.
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan memutuskan untuk melarang terbang sementara pesawat terbang Boeing 737 MAX 8 di Indonesia sejak Senin, 12 Maret 2019. Langkah diambil setelah jatuhnya Pesawat Ethiopian Airlines berjenis Boeing 737 MAX 8. Sementara itu, secara internasional seri ini dilarang terbang sejak 15 Maret 2019.
Baca: Lion Air Bantah Isu Menanggung Utang Rp 614 Triliun
General Manager Base Maintanence Batam Aero Technic Riki Supriadi Suparman menuturkan beban biaya tersebut belum termasuk beban perawatan atau maintenance. "Kemarin sudah ada beberapa pesawat yang kita terbangkan teknisi untuk perawatan," tuturnya.
BISNIS