TEMPO.CO, Jakarta - Senior Vice Presiden Hukum Korporat PT PLN Dedeng Hidayat menjamin Direktur Utama PLN Sofyan Basir segera kembali ke Tanah Air. Pasalnya, saat ini sofyan dikabarkan tengah dalam perjalanan dinas di Prancis.
Baca: Selain Sofyan Basir, Ini Dirut PLN Lainnya yang Terjerat Korupsi
"Insyaa Allah pekan ini sudah di Indonesia, saya jamin betul beliau melaksanakan tugas kedinasan dan dalam pekan ini di Indonesia," ujr Dedeng saat diwawancarai di Kantor Pusat PLN, Rabu, 24 April 2019. Padahal Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir menjadi tersangka dalam kasus suap proyek PLTU Riau-1.
Sofyan, kata Dedeng, melakukan perjalanan dinas ke benua Eropa itu, salah satunya, adalah untuk mencari pendanaan. Selain itu, kata Dedeng, kepergian Sofyan itu pun tidak seorang diri. Ia membawa sejumlah direksi dalam perjalanan itu. "Tidak hanya beliau, rame-rame, rombongan," ujar dia. Sampai saat ini pun kondisi kesehatan Sofyan baik.
Hingga kini, Dedeng belum melakukan komunikasi langsung dengan Sofyan, melainkan hanya melalui sekretarisnya. Ia juga belum bertemu dengan keluarga atasannyanya itu. Pada hari penetapan Sofyan sebagai tersangka kasus rasuah, Dedeng sempat bertandang ke rumah bosnya untuk melayani pertanyaan dari awak media.
"Saya tidak ketemu putranya, tapi ada satpam. Saya tidak ketemu meski lama di sana," kata Dedeng. "Keluarganya di Indonesia, tapi mungkin banyak rumahnya kan."
Selama Sofyan berada di luar Jakarta, Dedeng mengatakan penanggung jawab operasional perseroan diserahkan kepada pelaksana harian. "Setiap hari beda-beda, karena kan lagi kedinasan," ujarnya.
Sebelumnya, lembaga antirasuah menyangka Sofyan membantu Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Maulani Saragih menerima suap dari pemilik saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo.
Selain itu, KPK juga menyangka Sofyan menerima janji atau hadiah dengan bagian yang sama besar dengan yang diterima Eni Saragih. "KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan tersangka SFB," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang, di kantornya, Jakarta, Selasa, 23 April 2019.
Saut menuturkan kasus ini bermula pada Oktober 2015 ketika Kotjo mengirimkan surat permohonan agar proyek PLTU Riau-1 masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik milik PT PLN. Ketika PLN tak menanggapi surat tersebut, Kotjo meminta bantuan Eni untuk memfasilitasi pertemuan dengan Sofyan Basir.
Saut mengatakan setelah itu diduga terjadi pertemuan-pertemuan yang melibatkan Sofyan, Eni, dan Kotjo. Lalu pada 2016, kata Saut, Sofyan diduga memasukan proyek PLTU Riau-1 ke RUPTL meskipun Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2016 tentang percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan belum dikeluarkan.
Perpres itu memberikan kuasa bagi PT PLN untuk menunjukan langsung rekanan bagi proyek pembangkit listrik. Sofyan lalu juga menunjuk perusahaan yang diwakili Kotjo sebagai penggarap PLTU Riau-1.
Saut mengatakan penetapan tersangka terhadap Sofyan Basir merupakan pengembangan dari kasus PLTU Riau-1. Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan terhadap Eni dan Kotjo pada 13 Juli 2018.
CAESAR AKBAR | ROSSENO AJI