TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik atau BPS melaporkan nilai ekspor pada Februari 2019 menurun 10,03 persen menjadi US$ 12,53 miliar. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan nilai penurunan impor ini terjadi karena ada selisih hari antara Januari dengan Februari 2019.
Baca juga: Jokowi Dinilai Tak Perlu Angkat Menteri Ekspor dan Investasi
"Tetapi selain itu juga karena adanya penurunan harga untuk beberapa komoditas yang diekspor seperti minyak mentah, batu bara dan minyak kernel," kata Suhariyanto saat mengelar konferensi pers di kantornya Jakarta Pusat, Jumat 15 Februari 2019.
Pada Januari 2019, BPS mencatat nilai ekspor Indonesia mencapai US$ 13,87 miliar atau menurun 3,24 persen dibanding ekspor pada Desember 2018. Sedangkan, jika dibandingkan pada periode waktu yang sama (year on year), Januari 2018 ekspor juga tercatat menurun 4,70 persen.
Sedangkan, nilai impor pada Januari 2019 mencapai angka US$ 15,03 miliar atau turun 2,19 persen dibanding Desember 2018. Sedangkan, jika dibandingkan pada Januari 2018 atau year on year, angka tersebut juga tercatat turun sebesar 1,83 persen.
Suhariyanto menjelaskan, kondisi ekspor Februari tersebut menyebabkan nilai ekspor secara tahunan dibandingkan dengan Februari 2018 juga turun sebesar 11,33 persen. Sedangkan secara kumulatif, nilai ekspor Januari-Februari 2019 mencapai US$ 26,46 miliar.
Menurut Suhariyanto, jumlah ini juga tercatat turun sebesar 7,76 persen dibandingkan periode yang sama pada 2018. Demikian juga untuk ekspor non migas yang mencapai US$ 24,24 miliar atau turun 7,07 persen.
Karena itu, kata Suhariyanto, penurunan nilai ekspor Februari terjadi karena penurunan ekspor baik migas maupun non migas. "Yang migas karena minyak mentah turun, hasil minyak dan gas turun, sementara untuk non migas, itu mengalami penurunan dari bahan bakar mineral yang penurunannya cukup tajam lewat ekspor lemak dan hewat nabati dan biji kerak dan abu logam," kata dia.