TEMPO.CO, Jakarta - Juru bicara PT Freeport Indonesia Riza Pratama enggan berkomentar banyak mengenai cerita dari bekas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said soal pertemuan antara Presiden Joko Widodo dengan Bos Freeport McMoran James R. Moffett pada 6 Oktober 2015. Kedua tokoh itu disebut-sebut membicarakan soal perpanjangan perpanjangan izin operasi Freeport di tanah Papua.
Baca: Sudirman Said Sebut Divestasi Freeport Merugikan, Ini Hitungannya
"Saya tidak mengetahui tentang pertemuan yang dimaksud. Saya tidak bisa berkomentar," ujar Riza dalam pesan singkat kepada Tempo, Kamis, 21 Februari 2019.
Kisah itu disampaikan saat Sudirman Said yang kini juga menjabat Direktur Materi dan Debat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto - Sandiaga Uno. Ia menceritakan soal surat 7 Oktober 2015 yang disebutnya sebagai cikal bakal perpanjangan izin PT Freeport Indonesia di Papua.
“Jadi surat itu seolah-olah saya yang memberikan perpanjangan izin, itu persepsi publik,” kata Sudirman Said seperti dalam siaran pers yang diterima Tempo, Rabu, 20 Februari 2019. Kisah itu disampaikan Sudirman dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan Institut Harkat Negeri di Jakarta.
Sudirman Said membantah bahwa surat tersebut keluar atas inisiatifnya. Ia berujar surat itu bisa keluar atas perintah Presiden Joko Widodo, atasannya sewaktu Sudirman menjadi Menteri ESDM. "Saya ceritakan kronologi tanggal 6 Oktober 2015 jam 08.00 WIB. Saya ditelepon ajudan presiden untuk datang ke Istana. Saya tanya soal apa Pak, dijawab tidak tahu," ujar dia.
"Kira-kira 08.30 WIB saya datang ke istana. Kemudian duduk 5 sampai 10 menit, langsung masuk ke ruangan kerja pak Presiden."
Namun, Sudirman mengatakan, asisten pribadi presiden membisiki Sudirman Said bahwa pertemuan itu tak pernah ada. Dari keterangan Sudirman, bisikan itu terjadi sesaat sebelum ia masuk ke ruangan kerja presiden. "Sebelum masuk ke ruangan kerja, saya dibisikin oleh asisten pribadi (Presiden) 'pak Menteri, pertemuan ini tidak ada'. Saya lakukan ini (menceritakan ulang) semata-mata agar publik tahu,” ujar dia.
Bahkan, Sudirman Said melanjutkan, demi merahasiakan pertemuan itu, Sekretaris Kabinet dan Sekretaris Negara yang mencatat setiap jadwal Presiden pun tidak tahu. "Kan ada Setneg, Setkab tapi dibilang pertemuan ini tidak ada," tutur dia.
Singkat cerita, Sudirman Said masuk ke ruang rapat di Istana Negara. Sesampainya di ruangan rapat, Sudirman sangat kaget di dalam ada James R. Moffett, saat itu bos Freeport McMoran Inc bersama Jokowi.
"Tidak panjang lebar presiden mengatakan 'tolong disiapkan surat seperti apa yang diperlukan. Kira-kira kita ini menjaga kelangsungan investasi nanti dibicarakan setelah pertemuan ini'. Baik,” kata Sudirman menceritakan ulang percakapan saat itu.
Di pertemuan itu, Sudirman Said berujar Moffett menyampaikan draft tentang kelangsungan investasi PT Freeport di Indonesia. Namun, Sudirman Said enggan dan malah memilih membuat draft yang posisinya lebih menguntungkan Indonesia.
"Saya bilang ke Moffett 'bukan begini cara saya kerja. Kalau saya ikuti draft-mu, maka akan ada preseden negara didikte oleh korporasi. Dan saya akan buat draft yang melindungi kepentingsn republik'," kata Sudirman Saod.
Setelah draft yang dibuat selesai, Sudirman Said menemui Presiden Jokowi untuk menunjukkan rancangannya itu. "Saya katakan (ke Presiden) 'draftnya seperti ini dan saya belum tanda tangan'. Bapak dan ibu tahu komentar presiden apa? Presiden mengatakan 'lho begini saja sudah mau. Kalau mau lebih kuat yang diberi saja',” kata Sudirman.
Dengan demikian, lanjut Sudirman Said, surat tanggal 7 Oktober 2015 itu bukan inisiatif dirinya, melainkan perintah presiden Jokowi. "Jadi draft yang saya punya ini aman, tidak merusak," tutur caleg Gerindra itu.
Baca: Pertemuan dengan Bos Freeport, Jokowi: Ya Ketemu Bolak Balik
Menanggapi cerita Sudirman Said tersebut, Jokowi membantah pernah melakukan pertemuan diam-diam dengan bos Freeport James R. Moffett membahas perpanjangan izin operasi PT Freeport Indonesia di tanah Papua pada 7 Oktober 2015.
RYAN DWIKY | DEWI NURITA