TEMPO.CO, Jakarta - Auriga, lembaga non pemerintah yang bergerak dalam pelestarian sumber daya alam dan lingkungan, menyoroti tak adanya pembahasan mengenai perlindungan bagi para pejuang lingkungan dalam visi dan misi kedua calon presiden (capres).
Simak: Ekonom: Debat Capres yang Pas Soal Pertumbuhan Ekonomi
"Kami tidak melihat keduanya menyoal hal itu di visi dan misinya. Sejauh ini kami lebih banyak melihat banyak aparat penegak hukum bertindak represif kepada para pejuang lingkungan," kata Syahrul Fitria Peneliti Auriga di Kantor Kode Inisiatif, Tebet, Jakarta Selatan, Ahad 3 Februari 2019.
Isu mengenai kriminalisasi terhadap para pejuang lingkungan maupun warga yang menolak pembangunan memang bukan hal baru. Sepanjang 2018, Wahana Lingkungan Hidup atau Walhi mencatat sebanyak 163 pejuang lingkungan dari 13 provinsi mengalami kriminalisasi karena menolak pembangunan yang mengancam keberlangsungan lingkungan.
Kasus terakhir yang sempat menyita perhatian publik adalah kasus pelemparan bom molotov terhadap Direktur Walhi Nusa Tenggara Barat Murdani pada 28 Januari 2019. Kendati demikian, kepolisian tak segera melakukan penyelidikan yang serius terhadap kasus ini.
Menurut Syahrul, pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla selama ini terlihat tak serius mengeni isu ini. Kondisi tersebut diperparah dengan tak adanya keseriusan kepolisian dalam mengungkap kasus-kasus kriminalisasi ini.
"Penegakan hukum tidak jelas, sejauh apa progressnya, juga tidak diketahui sampai saat ini," kata dia.
Padahal, Syahrul melanjutkan, undang-undang telah memberikan acuan bahwa penjuang lingkungan tak seharusnya dikriminalisasi. Apalagi ketika mereka tengah menyuarakan mengenai kondisi lingkungan demi keberlanjutan.
Syahrul juga menyebut bahwa tak banyaknya perhatian pada kriminalisasi ini juga disebabkan banyaknya investasi yang dibuka. Namun, hal itu tak dibarengi dengan mendengar keluhan dari masyarakat sebagai obyek terdampak pembangunan yang membahayakan lingkungan.