TEMPO.CO, Yogyakarta - Calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto menyebutkan maraknya kasus gantung diri di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta sebagai cerminan perekonomian sulit.
Baca: Dedi Mulyadi Minta Prabowo Tunjukkan Data Lengkap Warga Kelaparan
Dalam Pidato Kebangsaan berjudul Indonesia Menang di JCC Senin malam, 14 Januari 2019, Prabowo mengaku mendapat laporan kisah tragis di sejumlah daerah yang didengarnya karena masalah ekonomi yang terlalu berat. Yang teranyar, pada tanggal 4 Januari 2019, Sudiarsi yang gantung diri di di Desa Watusigar, Gunung Kidul disebut-sebut karena masalah ekonomi.
Pernyataan Prabowo itu dibantah Ketua Yayasan Inti Mata Jiwa (Imaji), Jaka Yanuwidiasta. Imaji selama ini dikenal sebagai organisasi non pemerintah yang berupaya mencegah tindakan bunuh diri di Gunung Kidul.
Organisasi ini kerap diundang untuk memberi masukan dan berbagi pengalaman tentang advokasi terhadap para penyintas yang gagal bunuh diri. “Faktor ekonomi bukan satu-satunya penyebab gantung diri di Gunung Kidul,” kata Jaka ketika dihubungi, Selasa, 15 Januari 2019.
Jaka menyebutkan, contoh kasus gantung diri Sudarsi yang disebutkan Prabowo sebetulnya bukan karena alasan ekonomi. Sebab, kondisi rumah Sudarsi terbilang relatif baik, tidak seperti rumah berdinding bambu milik warga lainnya yang kurang mampu.
Di rumah Sudarsi juga terdapat beberapa karung gabah hasil panenan. Oleh karena itu, Jaka menilai Sudarsi bukan termasuk penduduk yang paling miskin. “Sepertinya ada faktor-faktor lain di luar kategori pokok, yang disebut kemiskinan secara ekonomi,” kata dia.
Imaji mendata ada empat kasus bunuh diri di awal 2019. Bunuh diri di daerah ini pada 2018 sebanyak 30 kasus, atau turun dibanding tahun 2017 sebanyak 34 kasus, dan ada 33 kasus pada 2016.
Data Kepolisian Resor Gunung Kidul tahun 2015-2017 menunjukkan ada sejumlah faktor yang menyebabkan risiko bunuh diri tinggi di daerah itu. Sebanyak 43 persen di antaranya karena depresi, sakit fisik menahun 26 persen, gangguan jiwa 6 persen, masalah ekonomi 5 persen, masalah keluarga 4 persen, dan tidak ada keterangan 16 persen.