TEMPO.CO, Jakarta - Founder Center For Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo mengatakan pemerintah perlu membuat paket kebijakan untuk mempermudah layanan pajak Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Menurut dia pelayanan satu atau atau one stop service untuk layanan pajak UMKM diperlukan.
Simak: Pertumbuhan Penerimaan Pajak 2018 Dipuji, Meski Target Meleset
"Kalau bisa one stop service. Kalau UKM ya disiapkan satu unit saja, dia akan menyelesaikan soal pajak, soal kredit, soal pembukuan, soal pasar, dan sebagainya. Ini yang belom dibuat pemerintah. Saya liat agak lamban mengeksekusi kebijakan ini," kata Yustinus di Artotel Jakarta, Selas, 8 Januari 2019.
Dengan kebijakan itu, kata dia, jumlah wajib pajak UMKM yang mendaftar bertambah banyak sehingga agregat penerimaannya bertambah. Yustinus mengatakan kontribusi pajak UMKM terhadap Produk Domestik Bruto saat ini sebesar Rp 6 triliun.
Untuk tahun ini, kata dia, seharusnya pemerintah punya target untuk naik jadi Rp 10 triliun hingga Rp 15 triliun. "Kuncinya salah satunya adalah ngajak pemda. UMKM itu domainnya Pemda. Pemda selama ini malas tidak mau terlibat. Kalo kepala daerahnya bagus, ya bagus. Kalo tidak, ya tidak. Ini yang bikin UMKM enggan bayar pajak," kata dia.
Yustinus melihat saat ini target pemerintah yaitu meningkatkan jumlah UMKM mendaftar sebagai wajib pajak. Tantangannya, kata dia Direktorat Jenderal Pajak membuat cara supaya registrasi menjadi lebih efektif.
"Harusnya dibalik. UKM takut bayar pajak seolah-olag baru bisnis sudah bayar pajak, maka pajak dibikin ringan. Kalau dibalik Anda (UMKM) kalau terdaftar akan mendapatkan intensif, bukan sekedar pajak yang murah. Ini tugas Ditjen pajak, OJK, BI, dan Kementerian lain membuat kebijakan yang one stop service," kata Yustinus.
Dia mencontohkan, kalau UMKM jadi wajib pajak terdaftar akan untung dengan bayarnya kecil, juga dibantu pembukuan. Kalau pembukuan bagus, bisa akses kredit ke bank dan akan dibantu penetrasi ke pasar.
Lebih lanjut Yustinus mengatakan UMKM yang terdaftar di Badan Pusat Statistik sebanyak 50 juta. Namun kata dia, kontribusi Rp 6 triliun masih sangat kecil dibanding penerimaan pajak yang sebesar Rp 1.300 triliun.
Menurut Yustinus nominal yang sedikit itu, disebabkan oleh bermacam-macam hal, seperti ada yang memamg karena belum daftar. "Kedua banyak yang di e-commerce atau digital yang belum tercapture. Menurut saya tantangannya ada di sini, bagaimana meningkatkan agregat pembayar pajak UKM dengan cara pendekatan sistem tadi," ujar Yustinus.