TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Ahmad Erani Yustika, menanggapi tudingan ketidaktegasan pemerintah Indonesia terhadap penindasan warga muslim Uighur di Provinsi Xinjiang, Cina, karena utang Indonesia ke Cina. Erani menjelaskan bahwa hal tersebut tidaklah tepat.
Baca juga: Sikap Indonesia pada Penindasan Muslim Uighur, Begini Kata JK
"Saya kira tidak ada, Anda juga tahu bahwa struktur utang pemerintah itu sejak 15 tahun terakhir sudah banyak bergeser ke utang domestik, bukan lagi ke utang global baik dari pemerintah maupun korporasi global," kata Erani saat ditemui di Hotel Best Western Premiere The Hive di Jakarta Timur, Kamis 20 Desember 2018.
Sebelumnya, juru bicara Badan Pemenangan (BPN) Prabowo-Sandi Taufan Rahmadi mensinyalir tidak adanya sikap tegas mengenai penindasan penduduk muslim di Uighur oleh pemerintah karena adanya utang dan investasi yang besar dari Cina. Terutama mengenai tekanan dari adanya utang luar negeri yang ditarik oleh Indonesia dari pemerintah Cina.
Erani menjelaskan, tidak adanya tekanan utang tersebut salah satunya ditunjukkan dengan mulai berkurangnya kepemilikan surat berharga negara atau surat utang negara (SUN) yang kini dimiliki oleh asing. Erani mengatakan saat ini para pemegang SUN tersebut paling banyak dimiliki oleh investor domestik.
Hanya sebesar 30 persen SUN yang dimiliki baik pemerintah maupun investor dan korporasi asing. "Selebihnya sekitar 65-70 persen itu SUN dipegang oleh investor di pasar domestik, saya kira data tersebut bisa menjadi dasar untuk menjelaskan hal itu," kata Erani.
Sementara itu, pemerintah Indonesia memang belum memberi sinyal bakal mengambil tindakan khusus mengenai kasus penindasan warga muslim Uighur di Provinsi Xinjiang, Cina, oleh pemerintah setempat. Wakil Presiden Jusuf Kalla sebelumnya juga telah memberikan pernyataan mengenai hal ini.
Ia mengatakan bahwa Indonesia pada dasarnya tidak setuju dengan pelanggaran hak asasi manusia. "Pasti kita semua juga menolak atau mencegah suatu penindasan kepada hak asasi manusia," kata dia di Jakarta, Senin, 17 Desember 2018.
Namun penindasan terhadap umat muslim Uighur, menurut JK, merupakan masalah internal Cina. "Kalau masalah domestik, tentu kita tidak ingin mencampuri masalah Uighur. Tapi secara umum, penghentian pelanggaran HAM juga harus kita perjuangkan," tuturnya.
VINDRY FLORENTIN