Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan solusi untuk menahan lonjakan utang khususnya dari asing, di antaranya melalui penundaan proyek infrastruktur yang mengandalkan pembiayaan utang luar negeri. “Dan memastikan utang tidak untuk menambal defisit anggaran yang konsumtif, misalnya, belanja pegawai dan bantuan sosial,” ujarnya.
Dia menyarankan untuk mengantisipasi risiko selisih kurs yang masih akan bergejolak pada tahun depan. Salah satunya, kata Bhima, dengan melakukan lindung nilai utang luar negeri.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia, Shinta Kamdani, berujar setiap utang yang ditarik telah disertasi perhitungan yang matang untuk kebutuhan produktif mendorong perekonomian. “Industri pengolahan, misalnya, salah satu sektor yang mengalami pertumbuhan utang, karena memang kita membutuhkan modal untuk berproduksi, dan ini justru bagus karena artinya bisnis masih optimistis,” ujarnya.
Ketua Indonesian National Shipowners Association, Carmelita Hartoto, mengatakan utang sektor transportasi banyak diserap BUMN. “Swasta tidak banyak menganggarkan investasi sarana alat produksinya,” kata dia.
Namun, menurut Carmelita, bagi swasta yang memiliki utang dalam bentuk dolar Amerika Serikat, memang memerlukan perhatian khusus. “Mereka perlu membuat perencanaan bisnis ulang, karena nilai tukar dikhawatirkan masih fluktuatif, meski saat ini rupiah tengah menguat.”
GHOIDA RAHMAH | LARISSA HUDA | YOHANES PASKALIS