TEMPO.CO, Jakarta - Pertumbuhan pasar properti 2019 diprediksi stabil meski menghadapi Pemilihan Presiden pada semester pertama. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Rumah.com, harga dan suplai properti, terutama pada sektor residensial, diperkirakan tetap tumbuh positif pada tahun depan.
BACA: BI Naikkan Suku Bunga, Pengembang Properti: Jangan Naik Teruslah
Baca Juga:
Head of Marketing Rumah.com Ike Hamdan menuturkan pertumbuhan tersebut ditopang oleh penjualan rumah bersubdi yang didukung sejumlah kebijakan pemerintah yang turut mendorong permintaan properti residensial. “Sejumlah kebijakan pemerintah lainnya seperti pelonggaran Loan to Value (LTV), serta program sejuta rumah membantu memudahkan masyarakat, terutama kelas menengah dan bawah untuk memiliki hunian,” ujar Ike, Kamis 6 Desember 2018.
Ike menuturkan indeks harga properti nasional memang turun pada awal 2018, namun pertumbuhan kembali terlihat pada kuartal kedua tahun ini. Meski begitu, ia menilai tren tersebut wajar lantaran sudah menjadi dinamika yang hampir selalu terjadi di awal tahun.
Adapun index pada kuartal I (Q1) 2018 tercatat sebesar 104,7 atau turun 0,83 persen secara quarter-on-quarter (q-o-q). Ike mencatat index kembali menyentuh angka 105,9 pada kuartal kedua. “Angka tersebut diyakini jadi capaian tertinggi sejak 2015,” kata dia.
Index kemudian bergerak naik sebesar 2,3 persen pada kuartal ketiga tahun ini menjadi 108,3 antar kuartal atau (q to q). Secara tahunan, Ike menyebutkan indeks harga properti nasional pada kuartal ketiga naik 4 persen. Pada periode yang sama tahun lalu, indeks tercatat mengalami penurunan sebesar 1 persen.
Indeks harga properti ditargetkan tumbuh 4-6 persen secara tahunan pada akhir 2019. Menurut Ike, kenaikan indeks harga juga diikuti oleh indeks suplai sebesar 13 persen menjadi 165,3 pada kuartal ketiga 2018 secara tahunan. "Peningkatan suplai properti kemungkinan sebagai respons penjual terhadap meningkatnya harga properti," tutur Ike.
Ketua Umum Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan (Himpera) Endang Kawidjaja menuturkan masa emas suplai perumahan rakyat terjadi pada pada 2004-2014. Namun, sejak 2016 banyak permasalahan yang muncul ke publik yang berujung pada peningkatan aturan dari pemerintah, seperti peningkatan kualitas yang sangat drastis.