TEMPO.CO, Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia atau BEI telah mengeluarkan sejumlah langkah untuk mencegah terjadinya gagal serah saham. Antisipasi ini dikeluarkan setelah BEI mulai memberlakukan regulasi soal waktu penyelesaian transaksi saham atau settlement menjadi menjadi dua hari atau T+2 dari sebelumnya tiga hari atau T+3.
Baca juga: Catat Rekor, Investor Saham Baru di BEI Capai 200 Ribu
Direktur Perdagangan dan Pengaturan BEI Laksono Widodo mengatakan pihak otoritas telah mempersiapkan sekuritas untuk pinjam meminjam efek atau lending and borrowing. Selain itu, BEI juga telah meminta beberapa efek dari investasi saham milik dana pensiun dan asuransi yang besar untuk membantu apabila terjadi gagal serah.
"Kan yang masalah adalah gagal serah saham ya, kalau gagal bayar sih kayaknya uang mudah dicari, tapi barang ini yang kadang-kadang menimbulkan masalah," kata Laksono di Main Hall BEI, Senin, 26 November 2018.
BEI hari ini, Senin, 26 November 2018 mulai memberlakukan regulasi soal waktu penyelesaian transaksi saham atau settlement menjadi menjadi dua hari atau T+2. Adapun pada Jumat, 23 November 2018 kemarin BEI masih menggunakan regulasi T+3 atau penyelesaian settlement selama maksimal 3 hari.
Karena itu, dalam masa transisi ini, terjadinya gagal bayar atau gagal serah saham bisa terjadi. Sebabnya, proses settlement atau penyelesaian transaksi terjadi secara bersamaan baik T+2 dan T+3 pada Rabu, 28 November 2018.
Merujuk pada laman Kustodian Sentral Efek Indonesia atau KSEI, anggota kliring (anggota bursa) tercatat tak bisa menyelesaikan transaksi selama dua hari sejak transaksi (T+2) maka akan diberikan sanksi. Adapun sanksi tersebut berupa Alternate Cash Settlement (ACS).
Besarnya sanksi nilai ACS adalah 125 persen dari harga tertinggi atas efek yang sama yang terjadi di pasar reguler; pasar segera dan pasar tunai, yang jatuh tempo penyelesaiannya pada tanggal yang sama.
Laksono menjelaskan bantuan dari investasi saham milik dana pensiun maupun asuransi dilakukan lewat fasilitas pinjam saham-saham. Laksono juga mengatakan bahwa sejumlah langkah itu diberikan untuk mencegah pelaku pasar dikenai sanksi akibat keterlambatan penyelesaian transaksi setelah kebijakan diteken. "Daripada kena sanksi ACS yang 125 persen, kan," kata Laksono.
Sementara itu, Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gde Nyoman Yetna Setia menambahkan, bagi emiten adanya regulasi T+2 ini bakal menambah nilai atau value bagi perusahaan. Sebab, harga saham akan selalu mencerminkan kondisi perusahaan yang lebih baru (up to date).
"Selain itu, yang kedua tentu bisa lebih likuid sahamya, kalo nanti bermaksud untuk menjual pasarnya tuh ada. Kalo barang atau investasi kita likuid semakin lebih mudah memonetisasi," kata Nyoman ditemui secara terpisah, Senin, 26 November 2018.