TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) Titi Purwaningsih menegaskan bahwa Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK bukanlah solusi atas kelanjutan karir dari ratusan ribu tenaga honorer kategori 2 (K2) di seluruh Indonesia.
Simak: Prabowo - Sandi Janji Angkat Honorer Menjadi ASN
Hanya saja, kata dia, pemerintah tetap kukuh menerapkan skema pengangkatan PPPK ini, bagi guru honorer di atas usia 35 tahun atau di bawah 35 tahun yang gagal seleksi CPNS 2018.
Alhasil, Titi secara pribadi mengaku tak tahu lagi harus bagaimana karena pemerintah sekarang dinilai sudah menutup hati dan telinga untuk K2. "Itu hanya akan menambah sakit hati yang kesekian kalinya," kata Titi saat dihubungi di Jakarta, Kamis, 15 November 2018.
Adapun kategori II adalah status bagi honorer yang bekerja sebelum tahun 2005 dan namun belum kunjung diangkat menjadi PNS. Ada beberapa sebab mengapa paa tenaga honorer, yang terdiri dari guru dan tenaga kesehatan ini, menolak pengangkatan PPPK.
Baca Juga:
Pertama karena mereka berharap diangkat menjadi guru tetap berstatus PNS agar kesejahteraan mereka lebih terjamin. Selama ini, banyak dari mereka yang hanya digaji Rp 50 ribu sampai Rp 200 ribu dalam sebulan. Jarang sekali gaji honorer ini menyamai Upah Minimum Kabupaten Kota, karena lebih banyak di bawah itu.
Sebab, seorang guru honorer misalnya, penghasilannya hanya bersumber dari sebagian kecil anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Mereka tidak mendapat gaji sepeserpun dari pemerintah pusat. Sisanya, ada yang mendapat honor tambahan dari pemerintah daerah dan ada juga yang tidak sama sekali. Lalu terakhir, tak ada tunjangan.
"Boro-boro ada tunjangan lain, pendapatan hanya dari BOS dan APBD sesuai kemampuan daerah," ujar Titi.
Kedua, para tenaga honorer menolak pengangkatan PPPK karena dianggap tidak adil. Dalam skema ini, honorer yang berusia di atas 35 tahun, yang telah mengabdi 15 sampai 35 tahun, kemungkinan akan diadu lagi dalam seleksi PPPK dengam honorer yang lebih muda dengan masa pengabdian yang lebih sedikit. Sehingga, peluang lolos pun terbatas.
"Ini kenyataan pahit untuk K2, di akhir tugasnya, bukan diberikan penghargaan atas pengabdian, tapi justru diberhentikan dengan aturan yang tidak berkeadilan," kata dia.
CPNS dan PPPK, adalah dua solusi utama yang ditawarkan pemerintahan Joko Widodo sesuai Undang-Undang Aparatur Sipil Negara atau UU ASN. Solusi terakhir adalah janji untuk meningkatkan kesejahteraan guru honorer dengan menyetarakan gaji mereka sesuai upah minimum di masing-masing kabupaten kota.
Dari tiga solusi ini, baru CPNS yang sudah jalan dengan adanya kuota 13 ribu bagi honorer di bawah usia 35 tahun untuk ikut. Sedangkan PPPK yang kabarnya akan diadakan setelah CPNS, belum memiliki aturan detail karena rancangan Peraturan Pemerintahnya tentang Manajemen PPPK tak kunjung diumumkan. Terakhir yaitu masalah penyetaraan gaji, juga belum jelas nasibnya karena sedang dibahas.
Deputi II Kantor Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho menjelaskan bahwa PPPK secara konsep adalah government contractual officer berbeda dengan PNS yang government permanent officer.
Meski di UU ASN, PPPK tidak akan mendapatkan uang pensiun, tapi PP nanti sudah mengatur bahwa dana pensiun PPPK dapat menggunakan skema iuran via BPJS Ketenagakerjaan. "Gaji dan tunjangan PPPK juga akan disamakan dengan PNS, untuk pusat akan dibayarkan APBN sedangkan untuk daerah dibayarkan oleh APBD," ujarnya.
Simak berita tentang Honorer hanya di Tempo.co