TEMPO.CO, Jakarta - Kecelakaan bus yang terjadi pada Sabtu siang pekan 8 September 2018 lalu pukul 12.00 WIB itu menelan korban yang tak sedikit. Bus rombongan karyawan dealer motor Honda, PT Catur Putra Group (CPG) mengalami kecelakaan di Jalan raya Penghubung Cibadak - Palabuhanratu, di Kampung Bantarselang RT 02/11 Desa Cikidang Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi.
Baca: KNKT Turunkan 3 Investigator ke Lokasi Kecelakaan di Sukabumi
Akibat kejadian ini, bus bernomor polisi B 7025 SGA masuk ke jurang sedalam 31 meter dan menyebabkan 23 dari 38 penumpang meninggal dunia. Kementerian Perhubungan atau Kemenhub telah melakukan penyelidikan sementara terkait kecelakaan dan berikut hasilnya:
1. Dua tahun bus tidak uji kir
Beberapa jam usai kejadian, Kemenhub telah meminta keterangan dan dokumen bukti uji kelaikan atau uji kir kepada petugas penguji di Jakarta. Hasilnya, ada indikasi jika operator bus lalai melaksanakan kewajibannya.
"Uji kir terakhir tahun 2016, jadi sudah tidak diperpanjang selama dua tahun atau sebanyak empat kali tidak lakukan uji kir," kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Budi Setyadi, saat dihubungi di Jakarta, Ahad, 9 September 2018.
2. Bus kelebihan muatan
Dalam uji kir terakhir pun, kata Budi, maksimal penumpang yang bisa diangkut oleh bus ini hanyalah 32 orang. Tapi saat kejadian, ternyata bus mengangkut sekitar 38 penumpang. Sehingga, ada kelebihan enam orang penumpang yang diangkut oleh bus ini.
3. Hampir seluruh kursi bus copot dari posisi semula
Tak hanya itu, Budi mengungkapkan keanehan bahwa penumpang yang berada di dalamnya tertumpuk di depan kemudi. Sebab, seluruh kursi di dalam bus copot dari posisi semua kecuali dua kursi di jok paling belakang. "Saya sedang selidiki, saya gak tahu ini masang kursinya seperti apa kok pada lepas semua," kata dia.
4. Lokasi kecelakaan minim pengaman
Kondisi geografis jalan di Cikidang menuju Pelabuhanratu yang dilalui bus ternyata juga sangat rawan. Budi mengatakan, jalan provinsi tersebut memang memiliki banyak kekurangan, seperti minim penerangan di malam hari, minim marka dan rambu jalan, tidak ada atau guard rail (pembatas jalan) yang memadai. Saat ini, hanya tersisa patok dari guard rail tersebut, sedangkan besi penghalangnya sudah tidak ada.
5. Kondisi jalan cukup ekstrem
Selain itu, jalan turunan dengan kemiringan 9 sampai 14 persen yang menjadi lokasi kecelakaan ternyata berbentuk huruf S dengan tikungan tajam. Seharusnya pengemudi langsung berbelok ke kiri, namun kata Budi, sang supir justru terus lurus sehingga menabrak gundukan tanah di pinggir jalan dan jatuh ke jurang. Tapi bus hanya jatuh sekitar 30 meter, tidak sampai ke jurang paling bawah.
Hingga saat ini, supir bus ini belum diketahui keberadaannya. "Kami kehilangan jejak," kata Budi. Berdasarkan informasi, ujarnya, memang ada seorang yang melarikan diri selepas kejadian tersebut.
Saat akan ditolong oleh masyarakat, orang tersebut tidak bersedia dan malah langsung pergi. Polisi pun tengah menyelidiki keberadaan dari sang supir. Namun beredar kabar bahwa supir ini lari mencari pertolongan, bukan melarikan diri.
Terkait hal itu, Kemenhub meminta Korps Lalu Lintas Polri agar mengenakan pasal 359 Kitab Undang-Undang Hukup Pidana (KUHP) tidak hanya kepada sopir saja, tapi juga pada pemilik dan atau direktur pada operator bus.
Baca: Kecelakaan di Sukabumi, Jasa Raharja Beri Santunan Seluruh Korban
Budi menjelaskan, pasal 359 KUHP telah menyatakan siapa pun karena kesalahannya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun. Terkait kecelakaan bus tersebut dan tidak adanya uji kir selama dua tahun, menurut dia, adalah salah satu bentuk kelalaian yang bisa dijerat oleh pasal ini.