TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) belum menentukan bentuk usaha yang akan digunakan untuk menutup biaya operasional kereta api ringan atau light rail transit (LRT) Palembang, Sumatera Selatan, yang saat ini masih disubsidi.
Baca juga: Telkomsel Ingin Tcash Jadi Alat Pembayaran LRT Palembang
Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Zulfikri mengatakan subsidi tarif tiket masih akan diberlakukan hingga tahun depan. Menurut dia, tidak memungkinkan untuk diterapkan komersial secara penuh.
"Kami masih siapkan itu, bagaimana bentuknya nanti. Sekarang kami konsentrasi dulu untuk Asian Games," kata Zulfikri, Rabu, 1 Agustus 2018.
Zulfikri menjelaskan, tarif tiket perjalanan LRT Palembang dibagi menjadi dua nominal, yakni Rp 5.000 per penumpang untuk antarstasiun dan Rp 10 ribu per penumpang yang naik atau turun di Stasiun Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II.
Baca juga: Presiden Jokowi: LRT Bisa Tingkatkan Ekspor Indonesia
Sementara itu, tarif tiket normal tanpa subsidi bisa mencapai Rp 30 ribu per penumpang. Tarif tersebut mempertimbangkan nilai investasi yang dikeluarkan hingga Rp 8,9 triliun dengan jangka waktu kembali 50-60 tahun.
Zulfikri mengatakan pihaknya akan mencoba mengomersialkan aset-aset LRT yang memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber penghasilan guna menutup subsidi. Adapun tiang-tiang LRT bisa digunakan untuk sarana reklame, lalu bidang lahan di area LRT juga bisa dimanfaatkan untuk proyek properti transit oriented development (TOD).