TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, memperkirakan pelemahan rupiah akan mendorong harga jual barang kebutuhan pokok merangkak naik. Terutama kebutuhan pokok yang sebagian besar pasokannya diimpor, seperti bawang putih.
“Bawang putih itu 85 persen lebih pasokannya dari impor. Mendekati Lebaran, permintaan secara musiman pasti tinggi. Ini yang harus diperhatikan pemerintah karena inflasi langsung memukul daya beli masyarakat miskin,” ujar Bhima saat dihubungi Tempo pada Selasa, 8 Mei 2018.
Simak: Kementerian Pertanian Targetkan Ekspor Bawang Putih pada 2021
Bhima menjelaskan, pelemahan rupiah pasti akan langsung terasa pada biaya impor yang meningkat cukup tinggi. Sebab, bahan baku, barang modal, dan barang konsumsi sebagian besar menggunakan kapal asing yang membutuhkan dolar untuk biaya logistik. “Sementara daya beli sedang lesu, jadi penjual tidak akan sembarangan menaikkan harga barang. Kondisi ini akan menggerus pendapatan pelaku usaha,” katanya.
Dampak lain sebagai negara net importir minyak, ujar dia, pelemahan rupiah akan menaikkan biaya impor minyak. “Seperti 2017 lalu, neraca migas kita defisit 8,5 miliar dolar karena impor minyak bengkak hingga 24,3 miliar dolar. Ini tidak sehat dan mempengaruhi harga BBM nonsubsidi yang dipakai angkutan barang kebutuhan pokok,” ujarnya.
Untuk itu, menurut Bhima, pemerintah harus memperkuat kinerja ekonomi domestik dengan memulihkan kepercayaan investor, menjaga stabilitas harga, yang dalam hal ini mencakup BBM, listrik dan harga pangan, menjelang puasa sehingga konsumsi rumah tangga kembali pulih.
Bank Indonesia juga dinilai perlu menaikkan suku bunga acuan sebanyak 25-50 bps untuk menaikkan return instrumen investasi di Indonesia sehingga dana asing tidak melanjutkan capital flight.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah bersama dengan Bank Indonesia akan terus melakukan penguatan fondasi Indonesia agar nilai tukar rupiah stabil. Hal tersebut merespons kondisi pasar yang saat ini sedang melakukan penyesuaian. Salah satunya terhadap perubahan kebijakan Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed.
"Fondasi kami perkuat, kinerja diperbaiki, sehingga apa yang disebut sentimen pasar itu relatif bisa netral terhadap Indonesia," ujar Sri Mulyani di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin Malam, 7 Mei 2018.
DEWI NURITA | ADAM PRIREZA