TEMPO.CO, Jakarta - Bisnis perusahaan aplikasi pemesanan kendaraan asal Singapura, Grab, diproyeksi menguat setelah mengambil alih aset Uber di Asia Tenggara. Berkurangnya jumlah pelaku bisnis transportasi online menjadi hanya Grab dan Go-Jek tersebut, dikhawatirkan memicu penguasaan pasar tak sehat alias oligopoli.
Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, mengatakan Grab dan Go-Jek akan menjadi penentu harga seiring tumbuhnya jumlah pengguna jasa transportasi online.
"Sisa dua pemain bisa menyebabkan predatory pricing. Masyarakat harus hati-hati soal harga, karena mereka sudah sangat mengandalkan ojek online ini," ujar Bhima pada Tempo, Selasa, 27 Maret 2018.
Simak: Seusai Akuisisi Uber, Grab Pastikan Transfer Pengemudi Lancar
Menurut Bhima, kedua aplikator tersebut semakin menguasai konsumen karena berkurangnya jenis angkutan konvensional. Selain itu, belum ada gangguan dari pesaing baru karena kecilnya kesempatan untuk masuk di sektor kerja Grab dan Go-Jek. "Bisnis perintis sulit masuk karena keterbatasan modal."
Kapasitas bisnis Grab pun dipastikan meningkat setelah mengakuisisi Uber. Selain tambahan armada, ada integrasi platform yang mendukung kinerja Grab, dalam hal angkutan penumpang maupun antar-pesan makanan. "Valuasi bisnis Go-Jek sekarang di level Rp 50 triliun, sedangkan Grab di kawasan Asia Tenggara sudah Rp 80 triliun lebih, itu pun sebelum ada akusisi," ujar Bhima, mengacu pada situs data bisnis rintisan, Crunchbase.com.
Akuisisi Grab yang masih menjatahkan 27,5 persen bagi Uber itu pun dilirik Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Proses itu dianggap berdampak kepada pasar transportasi online yang selama ini terkonsentrasi pada Go-Jek, Grab, dan Uber.
Jumlah pengguna aplikasi Grab dan Uber sebesar 14,69 persen dan 6,11 persen. Sebagian besar pasar tersebut masih dipegang oleh PT Aplikasi Karya Anak Bangsa, dengan aplikasi Go-Jek," ujar Ketua KPPU Syarkawi Rauf dalam keterangannya.
KPPU pun meminta Grab melaporkan hasil akuisisi sesuai ketentuan yang telah diatur dalam Pasar 29 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Komisi memberi waktu, "Selambat-lambatnya 30 hari kerja setelah transaksi tersebut berlaku efektif."
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi berniat memanggil perwakilan Grab di Indonesia untuk menjelaskan langkah pasca-akuisisi itu. "Soal investasi sah saja. Tapi, secara layanan, harus ada tatanan yang kita atur karena penguasaan (pasar) atau monopoli bisa menimbulkan level of service tak berimbang," kata Budi.
Selain di Indonesia, Grab mengambil bisnis Uber di Kamboja, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, serta Vietnam. Saat mengumumkan akuisisi, Grab menargetkan penguasaan pasar layanan pesan-antar makanan di Asia Tenggara. "Kami akan menciptakan lebih banyak manfaat untuk konsumen, pengemudi, agen pengiriman, dan mitra merchant kami yang terus berkembang," ujar Co-founder Grab Tan Hooi Ling, Senin lalu.
Adapun Chief Executive Officer Go-Jek Nadiem Makarim enggan menanggapi pertanyaan terkait dengan aktivitas bisnis Grab. "Maaf ya, no comment," ujarnya saat ditemui awak media di Istora Senayan, Jakarta, kemarin.
YOHANES PASKALIS PAE DALE | ADAM PRIREZA