TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo meminta agar para pelaku perbankan berani mengambil risiko dan keputusan di era teknologi yang berkembang pesat. Hal ini Jokowi sampaikan terkait angka pertumbuhan kredit sebesar 8,24 persen di 2017.
"Saat itu target yang kita berikan 9 sampai 12 persen. Kalau saya diberi angka 9-12 yang saya ambil pasti 12 persennya. Kembali lagi, risiko paling besar apabila kita tidak berani mengambil risiko," kata Jokowi dalam pertemuan dengan pimpinan perbankan di Istana Negara, Jakarta, Kamis, 14 Maret 2018.
Baca:BI Yakin Rupiah Tak Bakal Jeblok Hingga Rp 15 Ribuan per Dolar AS
Jokowi mengatakan hal yang paling besar dan gawat adalah kalau tidak berani mengambil risiko. Ia memaklumi bahwa perbankan memang harus berhati-hati. Tetapi Jokowi memastikan bisnis perbankan juga akan mati atau mati pelan-pelan jika tak berani mengambil risiko.
"Sementara kalau kita ambil risiko, pasti ada chance. Masih ada kemungkinan. Dan biasanya kemungkinan-kemungkinan itu kalau kalkulasi dan perhitungan kita baik, ya kemungkinan cukup baik untuk selamat," katanya.
"Karena yang namanya mengambil sebuah keputusan itu artinya mengambil sebuah risiko. Pasti di mana pun, di bisnis di politik sama saja."
Jokowi pun mengingatkan kepada pimpinan perbankan agar jangan menghindar dari risiko. Menurut dia, tidak ada yang namanya bermain aman.
Jokowi mengungkapkan, di dunia yang begitu dinamis dengan era keterbukaan, globalisasi, dan teknologi berkembang cepat, tidak ada yang namanya aman karena selalu ada perubahan dan ketidakpastian yang dialami baik dalam dunia bisnis, keuangan, perbankan, juga politik. "Main aman itu sebuah ilusi," kata Jokowi menegaskan.
Jokowi menambahkan, "Sekali lagi di era teknologi berkembang cepat, tidak ada yang namanya aman. Yang ada itu malas atau kurang cerdas. Ragu-ragu. Orang sering berpikir dengan mempertahankan status quo dia aman-aman saja. Sekali lagi itu ilusi. Enggak ada seperti itu."
Pertumbuhan kredit di 2017 tercatat sebesar 8,24 persen. Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, angka tersebut rendah dari rencana bisnis tahun lalu. "Kita paham beberapa bank masih dalam proses konsolidasi kredit macetnya. Sehingga kredit macet ini harus dihapus supaya catatan kredit macetnya rendah karena akan menjadi indikator ekonomi Indonesia," kata Wimboh.
Menurut Wimboh, angka pertumbuhan kredit di Indonesia lebih banyak didorong oleh bank BUMN. Pertumbuhan kredit bank BUMN pada 2017 tercatat sebesar 11,55 persen. Adapun kantor cabang bank asing tumbuh relatif rendah 2,7 persen karena lebih banyak mulai melakukan clearing non performing loan atau penghapusan kredit macet.
Sedangkan pertumbuhan kredit Bank Pembangunan Daerah, kata Wimboh, tumbuh 9,09 persen. "BPD ini lebih tinggi dari pertumbuhan rata-ratanya yang tahun lalu. Namun BPD potensi besar untuk tumbuh. Bank umum swasta tumbuh hanya 5,8 persen," kata dia.
Berdasarkan rencana bisnis pada 2018, pertumbuhan kredit Indonesia ditargetkan tumbuh sekitar 12 persen. Ia berharap, angka tersebut dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi sekitar 5,4 persen.
Baca berita tentang Jokowi lainnya di Tempo.co.
Baca: Ulangi Pesan Jokowi, Mendagri: Tak Ada Asap Saat Asian Games ...