TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan pemerintah harus segera memutuskan untuk menambah pos belanja subsidi seiring dengan semakin tingginya deviasi antara harga minyak dunia saat ini dan yang tercantum dalam asumsi makro Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.
"Kalau menunggu APBN Perubahan terlalu lama bisa 4-5 bulan lagi, jadi kondisi saat ini sudah urgent, kasihan Pertamina juga yang menanggung piutang," ujarnya, kepada Tempo, Selasa 2 Maret 2018.
Bhima menuturkan jika piutang terus bertambah dikhawatirkan juga akan berdampak pada beban kinerja Pertamina yang terganggu. "Jadi jalan satu-satunya gimana pemerintah menambah subsidi energi kalau dinaikkan harga BBM ini nggak akan populis karena tahun ini tahun politik," ucapnya. Terlebih, hal itu akan berdampak pada inflasi dan pelemahan daya beli masyarakat, khususnya menengah ke bawah.
Simak: Indef: Harga BBM Non-Subsidi Naik, Inflasi Sekitar 0,3 Persen
Dengan pembengkakan subsidi energi, Bhima berujar harus diimbangi dengan pengurangan pos belanja lainnya. "Harus ada yang dikorbankan dulu seperti belanja infrastruktur kan tahun ini Rp 410 triliun, logikanya kan dulu itu juga hasil dari pemotongan subsidi energi jadi dikembalikan lagi." Bhima mencontohkan sebagian anggaran infrastruktur yang dapat dipotong di antaranya adalah proyek-proyek yang masih dalam tahap perencanaan. "Sekarang kan ada sekitar 40 persen yang masih di atas kertas, jadi bisa ditunda dulu atau dibuat multi years."
Menurut Indef, saat ini yang menjadi prioritas masyarakat adalah stabilitas harga BBM, listrik, dan LPG 3 kg. "Pilihannya paling bijak ya tidak menaikkannya, karena konsumsi rumah tangga triwulan kemarin juga rendah hanya 4,9 persen," katanya.