TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan pemerintah akan berfokus pada dua hal untuk menggenjot ekspor tahun ini, yaitu membuka pasar baru dan menciptakan produk baru.
Enggar mengatakan pemerintah akan menyasar Pakistan, Banglades, dan India sebagai pasar baru. Dia menuturkan pembukaan pasar baru akan disertai dengan sejumlah terobosan, salah satunya menjajaki sistem baru. "Kami sedang menjajaki sistem barter karena mereka kadang kala terbatas dengan devisa," katanya di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin, 12 Februari 2018.
Simak: Kemendag Revisi Target Pertumbuhan Ekspor 2018
Pemerintah juga menjajaki perjanjian dagang dengan Afrika Selatan. Namun Enggar menuturkan kerja sama itu terhambat masalah politik di negara tersebut. Pemerintah Indonesia berencana bernegosiasi dengan pemerintah Afrika Selatan untuk segera menyelesaikan masalahnya agar perjanjian dagang kedua negara bisa terjalin.
Enggar menuturkan pembukaan pasar baru tidak akan mengurangi fokus pemerintah pada pasar-pasar yang telah berjalan. Dia mengatakan ekspor ke Eropa, Amerika, dan Cina akan terus ditingkatkan. Pemerintah bahkan berencana mengikuti pameran ekspor dan impor terbesar di Cina pada November mendatang.
Adapun untuk produk baru, pemerintah akan fokus mendorong produk manufaktur dengan nilai tambah tinggi, seperti sepatu, tekstil, serta otomotif dan mesin. Di samping itu, komoditas utama, seperti sawit dan batu bara, akan tetap didorong.
Enggar mengatakan pihaknya bersama Kementerian Keuangan tengah menyiapkan insentif untuk pelaku industri manufaktur di Indonesia. Insentif tersebut berupa tax holiday dan tax allowance.
Insentif itu diharapkan bisa membangkitkan minat industri dalam negeri untuk mengekspor barangnya. "Ada kritik yang kami terima bahwa para industri dininabobokan dengan pasar domestik," ujar Enggar. Namun dia menyatakan kondisi tersebut tak sepenuhnya salah lantaran pasar domestik sangat besar.
Ketua Kamar Dagang dan Industri Rosan Roslani menyatakan siap mendukung kebijakan pemerintah mendorong industri manufaktur. Pasalnya, kata dia, ekspor dari Indonesia didominasi komoditas. "Dibandingkan banyak negara di ASEAN, komoditas mereka lebih sedikit, tapi industrinya sudah berjalan," ucapnya.
Namun dia mencatat pemerintah perlu meningkatkan nilai jual produk domestik agar bisa bersaing di pasar global. Selain itu, kebijakan ekspor dinilai perlu ditunjang kebijakan yang ramah dengan bisnis, menurunkan suku bunga yang tinggi, serta biaya logistik yang masih mahal.