TEMPO.CO, Jakarta -Kepala Ekonom CIMB Niaga, Adrian Panggabean memaparkan bahwa Indonesia memasuki tahun 2018 dengan status baru, yakni sebagai negara dengan Produk Domestik Bruto (PDB) nominal sebesar US$ 1 triliun. Dalam kajiannya, Adrian menyebutkan hanya ada 16 dari 180 negara di dunia yang memiliki output di atas US$ 1 triliun. Produk domestik bruto adalah nilai keseluruhan barang dan jasa yang diproduksi di wilayah Indonesia dalam jangka waktu tertentu (biasanya per tahun). "Bila dijumlahkan, total PDB ke-16 negara tersebut mencapai hampir US$ 60 triliun, atau sekitar 75 persen dari total output dunia," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo, Jumat, 19 Januari 2018.
Dengan luas teritori di peringkat ke-15 dunia dan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia, kondisi itu kian mendukung Indonesia memperkuat geoekonomi dan geopolitiknya. Berdasarkan kajian timnya, Adrian melanjutkan, produk domestik bruto 2017 telah tumbuh di angka 5,1 persen yang digerakkan oleh konsumsi masyarakat dan investasi.
Laju pertumbuhan konsumsi masyarakat tahun lalu tetap berada di kisaran 5 persen, tak berbeda dengan laju pertumbuhan konsumsi masyarakat 2015 dan 2016. Laju investasi tumbuh 5,8 persen atau jauh lebih cepat dibandingkan 2016.
Ekspor neto tumbuh cukup kuat namun tak terlalu berdampak terhadap pertumbuhan PDB. "Namun bergeraknya volume ekspor dan impor memberi indikasi semakin melebarnya proses pemulihan ekonomi Indonesia. Menguatnya harga-harga komoditas di paruh pertamalah yang menyumbang tingginya surplus neraca perdagangan Indonesia US$ 11,8 miliar di 2017," kata Adrian.
Adrian memperkirakan tahun ini, PDB Indonesia akan tumbuh 5,2 persen. Menurut dia, tidak banyak katalis pertumbuhan yang diharapkan bisa muncul di tahun ini. Dari segi postur APBN, dengan perkiraan defisit fiskal sebesar 2,3 persen terhadap PDB, anggaran tahun ini lebih terlihat konsolidatif dan populis ketimbang ekspansif dan populis.
Sedangkan realokasi anggaran ke arah pengeluaran rutin berpotensi memberikan daya dorong lewat naiknya belanja rutin pemerintah. Di sisi lain, beberapa asumsi APBN, misalnya harga minyak (US$ 48/barrel) yang jauh lebih rendah dibanding realita pasar (US$ 60/barrel) berpotensi menginjeksi risiko kuasi-fiskal kedalam perekonomian, dengan asumsi tax ratio di 2018 akan tetap berada di kisaran 10,6–11,0 persen.