TEMPO.CO, Jakarta - Perusahaan milik negara asal Cina melirik proyek pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung tahap II di Kabupaten Batubara, Sumatera Utara.
"Banyak asing yang minat, Cina itu agresif sekali," kata Bambang Eka Cahyana, Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia I, saat ditemui di Medan, Kamis, 18 Januari 2018.
Bambang menambahkan, ada beberapa perusahaan milik pemerintah Cina yang tertarik. "BUMN (badan usaha milik negara) Cina, ada beberapa," ujarnya.
Dia menjelaskan, sebelumnya, proyek pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung tahap II sudah diminati perusahaan Belanda, Port of Rotterdam Authority. Namun selama ini negosiasi dengan Rotterdam masih sangat alot, terutama tentang bagi hasil.
Baca juga: Pelabuhan Kuala Tanjung Ditargetkan Beroperasi Maret 2018
"Mereka karena korporasi juga hitung-hitungan. Kita mendapat return 11 persen sudah oke, tapi mereka minta 15 persen, artinya tarif harus tinggi. Saya lagi negosiasi dengan mereka," ucapnya.
Bambang menuturkan pinjaman kepada Rotterdam 6 persen. Apabila pengembalian 11 persen, kata dia, jumlahnya sudah dua kali lipat.
Selagi negosiasi berproses, dia mengaku tidak menutup kemungkinan tawaran dari investor asing lain. "Yang penting tidak menuntut return sebesar itu," tuturnya.
Baca juga: Menhub Budi Targetkan Pelabuhan Kuala Tanjung Beroperasi di 2018
Bambang mengatakan, saat ini, sebetulnya banyak investor yang berminat, tapi mereka masih menunggu dan memantau (wait and see) keseriusan pemerintah dalam menjamin infrastruktur, seperti jalan tol, jalur kereta api, serta pasokan listrik dan gas.
"Seberapa serius pemerintah membangun infrastruktur pendukung. Bangun pelabuhan itu gampang. Begitu bicara jalan tol, jalur kereta, enggak gampang. Mereka menunggu itu," katanya.
Adapun Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengaku membuka peluang investasi asing di Pelabuhan Kuala Tanjung Tahap II, termasuk Cina. "Enggak apa-apa. Ini kan mereka investor potensial. Jadi indikasikan ada negara lain juga," ujarnya.
Pelabuhan Kuala Tanjung tahap II dibangun di atas lahan seluas 3.000 hektare dan kebutuhan investasinya mencapai Rp 30 triliun.
ANTARA