TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan pihaknya sedang melakukan kajian terkait dengan kontribusi pemerintah daerah dalam memberikan subsidi premi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kepada masyarakat di daerah. Menurut dia, jumlah pengguna BPJS yang semakin meningkat tidak diiringi oleh besaran subsidi yang diberikan, khususnya di daerah.
Hal ini yang ditengarai sebagai penyebab BPJS mengalami defisit Rp 9 triliun. "Kemenkeu sedang melakukan kajian sumber kontribusi iuran premi BPJS. Hal ini agar kewajiban yang harus mereka (masyarakat pengguna BPJS) bayar bisa lebih sustainable," ujarnya saat jumpa wartawan di gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis, 2 November 2017.
Menurut Sri Mulyani, BPJS merupakan program pemerintah yang bertujuan agar semua masyarakat Indonesia mendapatkan fasilitas kesehatan, terutama untuk masyarakat berpendapatan rendah. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka dilakukan sistem subsidi.
Namun, Sri Mulyani mengaku dengan kondisi pengguna BPJS yang terus meningkat tapi tidak disertai penambahan subsidi menimbulkan defisit pada BPJS.
Baca: BPJS Defisit 9 T, Pemerintah Akan Naikkan Iuran?
Sebelumnya, Kepala Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan Nopi Hidayat mengatakan sudah ada nilai kenaikan premi yang akan dipertimbangkan pemerintah.
Namun Nopi belum bisa menyebutkan perkiraan besaran kenaikan besaran premi. Dia menuturkan BPJS Kesehatan dan pemerintah masih melakukan kajian terkait dengan hal tersebut.
"Beberapa opsi sudah disebutkan. Pada saatnya, teman-teman pers atau media akan kami informasikan," ujarnya saat dihubungi Tempo, kemarin.
Nopi menjelaskan, kebijakan menaikkan premi merupakan pilihan untuk mengatasi defisit perusahaan. Menurut dia, apabila kebijakan tersebut dilakukan, akan ada simulasi ulang bagaimana potensi mismatch bisa diatasi.