TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjabarkan beberapa temuan dan rekomendasi jika pemerintah akan menaikkan harga LPG. Menurut LIPI, pemerintah perlu memperhatikan aspek infrastruktur dan keuangan, sumber daya manusia, serta tata kelola.
"Infrastruktur. Pemerintah perlu memperkuat (jaringan) untuk memastikan masyarakat miskin mendapatkan LPG dengan harga bersubsidi," kata Maxensius Tri Sambodo di Indonesia Science Expo Balai Kartini, Jakarta, Selasa, 24 Oktober 2017.
Simak: Harga BBM Turun, Harga LPG Stabil
Maxensius menyarankan pemerintah melakukan pengendalian dengan konsep warung elektronik atau e-warung, seperti program cashless pemerintah. LIPI menyarankan satu desa terdapat satu pangkalan, yang dikelola badan usaha milik desa (BUMDes). BUMDes nantinya menjalankan fungsi sebagai e-warung. Selain itu, pemerintah perlu lebih masif menyediakan tabung 5,5 kilogram.
Berdasarkan temuan LIPI di Jawa Timur dan Bali dalam dua tahun terakhir, banyak e-warung yang belum memiliki EDC atau ada EDC, tapi sinyal hilang.
Baca Juga:
LIPI juga menyoroti soal sumber daya manusia, yang belum terbiasa dengan kartu elektronik. Pemerintah bisa meminimalisasinya dengan meningkatkan literasi keuangan. Hal tersebut juga bertujuan agar tidak terjadi penyalahgunaan.
Mengenai tata kelola, LIPI menyarankan pemerintah membuat harga dasar pengecer. "Ketika harga pengecer sudah terlalu tinggi, tim pengendali inflasi daerah harus segera turun," ujar Maxensius.
Maxensius menilai kelompok nelayan juga dapat dimanfaatkan sebagai agen LPG khusus untuk nelayan. Sinkronisasi data pusat dan daerah serta antarprogram untuk bantuan sosial. Ia juga menyarankan pemerintah membangun basis data yang solid atau terintegrasi.
"Pemerintah juga harus sensitif terhadap kondisi lokal setiap daerah," ucapnya.
HENDARTYO HANGGI