TEMPO,CO. Jakarta - Pemerintah diminta memperhatikan maskapai penerbangan dalam negeri dalam penerapan kebijakan liberalisasi penerbangan bersama negara-negara ASEAN. "Adanya kesepakatan itu wajar saja, tapi harus mementingkan kepentingan nasional," kata Direktur Arista Indonesia Aviation Center (AIAC) Arista Atmadjati kepada Tempo, Ahad, 15 Oktober 2017.
Arista menilai maskapai lokal seperti Garuda Indonesia dan Lion Air masih kurang tangguh untuk bisa bersaing dengan maskapai-maskapai negara tetangga seperi Nam Air, Thai Airways, maupun Singapore Airlines.
Baca: Simak 4 Kesepakatan Menhub dan Para Menteri Transportasi ASEAN
Pemerintah, menurut Arista, mesti mendukung maskapai lokal tersebut dengan kebijakan-kebijakan yang bisa menguatkan, misalnya dengan membatasi agar bandar udara yang membuka penerbangan langsung dari negara tetangga. "Sekarang saja perjanjian bilateral sudah ada dengan singapura untuk penerbangan-penerbangan langsung dari daerah-daerah. Dengan Malaysia, Air Asia juga banyak."
Jika liberalisasi penerbangan dipaksakan, Arista khawatir nantinya maskapai-maskapai lokal nanti hanya bergerak untuk penerbangan domestik saja lantaran tersisih dalam persaingan internasional. Meski demikian, tak dipungkiri kebijakan Open Sky itu memang bisa dimanfaatkan untuk mendongkrak pemasukan dari sektor pariwisata."Kementerian perhubungan, pariwisata, dan maskapai mesti duduk bersama mencari solusi," katanya
Hal senada dilontarkan oleh Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi yang menilai liberalisasi penerbangan hanya akan menguntungkan Singapura dan lebih banyak merugikan pihak Indonesia. "Akan mengakibatkan persaingan sektor penerbangan Indonesia makin ketat dan mengarah persaingan tidak sehat," ucapnya.
Baca: Dukung Liberalisasi Penerbangan, Garuda Indonesia: Ini Peluang
Dengan persaingan antar maskapai sudah cenderung saling menjatuhkan saat ini, apalagi ditambah pemain baru, Tulus tak yakin menilai maskapai Indonesia bisa bertahan. "Saat dibuka akses rute internasional dari bandara daerah ke Singapura, yang terjadi bukan wisatawan Singapura ke daerah di Indonesia, tetapi orang Indonesia yang malah akan plesiran ke Singapura," tutur Tulus.
Sementara itu, pengamat penerbangan Alvin Lie menilai kebijakan liberalisasi penerbangan di ASEAN itu bisa memberikan manfaat bagi Indonesia. Sebab, dalam jangka panjang, peluang kerja sumber daya manusia Indonesia dan ASEAN akan makin besar. "Warga negara kita juga jadi lebih luas peluang kerjanya," kata Anggota Ombudsman Republik Indonesia itu.
Selain itu, semakin banyak kota yang dibuka untuk penerbangan luar negeri bisa membuka peluang pariwisata di Indonesia. Misalnya, kata dia, Bandara Silangit yang melayani penerbangan internasional dan membuka peluang pariwisata, perdagangan, dan industri di sana sehingga lebih efisien dan efektif.
Sementara untuk persaingan maskapai, Alvin melihat pemerintah telah membuka peluang agar maskapai penerbangan lokal bisa masuk ke pasar internasional. "Kalau sudah sampai ke sana urusannya strategi bisnis, pengusaha kita kan modalnya kuat dan pesaing ulung," ujarnya.
HENDARTYO HANGGI