TEMPO.CO, Jakarta - Kalangan eksportir ban mengeluhkan masih tingginya bea masuk (import duty) yang dikenakan sejumlah negara tujuan ekspor, seperti Turki, Mesir, India, dan Afrika. Besar bea masuk tersebut tak tanggung-tanggung, ada yang sampai mencapai 80 persen dari total ekspor.
Produsen merek ban Corsa dan Achilles, PT Multistrada Arah Sarana Tbk, mencontohkan Turki yang sejak 2016 mengenakan bea masuk hingga 80 persen dari total ekspor. Walhasil, perusahaan yang semula mampu mengekspor hingga 100 ribu ban per tahun, belakangan volume ekspornya turun drastis.
"Setelah itu (pemberlakuan bea masuk tinggi), ekspor hampir nol," kata Export Manager PT Multistrada Soufan Alamsyah, di Indonesia Convention Exhibition, Bumi Serpong Damai, Tangerang, Ahad, 15 Oktober 2017.
Baca: Dampak Pengetatan Impor, Pengusaha Truk Kekurangan Pasokan Ban
Masalah mahalnya bea masuk juga terjadi di Mesir. Di Mesir, kata Soufan, biaya import duty mencapai 20 persen. "Meski Mesir adalah pasar terbesar kami, import duty jadi masalah," ucapnya.
Soufan menjelaskan, tingginya bea masuk juga terjadi negara-negara Afrika berbahasa Prancis, yang bea masuknya sampai 45 persen. Oleh karena itu, ia meminta bantuan pemerintah untuk menegosiasikan besaran bea masuk tersebut. "Kami mohon bantuan dari pemerintah, sehingga kami bisa bersaing secara wajar. Perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement) sangat bantu ekspor kita," kata dia.
Hal senada disampaikan Manager Export PT Elangperdana Tyre Industri Rusdianto Lioe. Dia mengharapkan agar pemerintah mau mengadakan perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara tersebut. "Produsen ban Eropa dan Korea Selatan yang punya perjanjian perdagangan bebas dengan mereka, kena pajak 0 persen," kata dia.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengakui saat ini memang belum ada perjanjian dengan beberapa negara. Oleh karena itu, dia mengatakan pihaknya sedang membuat perjanjian dengan 16 negara terkait dengan perjanjian perdagangan.
Dari 16 perjanjian yang sedang diproses, diperkirakan ada enam yang akan selesai paling cepat. Keenam perjanjian tersebut, antara lain perjanjian perdagangan dengan Australia, Pakistan, Cile, Hong Kong, dan Jepang.