TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan menggelar pertemuan tertutup dengan CEO Freeport McMoran Inc Richard C. Adkerson serta Direktur dan EVP PT Freeport Indonesia Tony Wenas, Jumat, 6 Oktober 2017. Menurut Staf Khusus Menteri Energi, Hadi M. Djuraid, yang juga ikut dalam pertemuan tersebut, Jonan didampingi Sekretaris Jenderal Kementerian Energi M. Teguh Pamudji dan Kepala Biro Hukum Kementerian Energi Hufron Asrofi. Pertemuan berlangsung sejak pukul 10.45 hingga menjelang siang.
Hadi mengatakan pertemuan itu terkait dengan proses perundingan yang sedang berjalan. Freeport masih tetap pada kerangka dasar kesepakatan yang ditetapkan pada 29 Agustus lalu.
"Freeport sesuai dengan framework atau kerangka dasar kesepakatan yang sudah disepakati bersama terkait dengan divestasi 51 persen, pembangunan smelter, kemudian penerimaan negara, baik pajak, retribusi, dan lain-lain. Itu lebih besar dibanding kontrak karya," kata Hadi di kantor Kementerian Energi, Jumat.
Sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo, sejak satu bulan lalu, perundingan dipimpin Kementerian Keuangan dengan melibatkan Kementerian BUMN. Menteri Energi pun akan terus membantu dalam prosesnya agar bisa segera tercapai titik temu.
"Nanti hasilnya akan dituangkan dalam lampiran izin usaha pertambangan khusus (IUPK)," ujar Hadi.
Adkerson menyatakan dengan tegas tidak sepakat dengan posisi pemerintah Indonesia terkait dengan ketentuan kewajiban divestasi anak usahanya, Freeport Indonesia.
"Kami telah menerima posisi pemerintah terkait dengan divestasi pada 28 September 2017. Kami sangat tidak setuju dengan pernyataan termasuk dokumen yang disertakan dalam respons kami beserta klarifikasi terhadap posisi pemerintah yang kurang akurat," tutur Adkerson dalam surat yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Hadiyanto pada 28 September lalu.
Pihak Freeport tidak mempermasalahkan besaran saham yang harus didivestasikan, yakni minimal 51 persen. Hanya, Freeport tidak setuju dengan cara penghitungan nilai sahamnya. Adkerson menyatakan pihaknya ingin harga sahamnya dihitung berdasarkan nilai pasar yang wajar dengan asumsi operasi hingga 2041.
Saat ini kepemilikan nasional lewat saham pemerintah di Freeport Indonesia baru mencapai 9,36 persen. Artinya, masih ada 41,64 persen saham yang harus dilepas.