Indef: Harga Eceran Tertinggi Beras Tak Dapat Dipukul Rata  

Reporter

Jumat, 28 Juli 2017 01:11 WIB

Warga tengah memilih kualitas beras di gudang beras kawasan Mardani, Jakarta,Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, merilis aturan harga acuan beras Rp 9.000/kilogram (kg). Tempo/Tony Hartawan

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan kebijakan penentuan harga eceran tertinggi (HET) beras tak dapat dipukul rata. Alasannya, negara tidak mungkin mengendalikan semua mekanisme pasar.

"Bagaimana mungkin kendalikan mekanisme pasar semuanya, kecuali jenis (beras tertentu)," kata Enny saat ditemui di kantor Indef, Jakarta Selatan, Kamis, 27 Juli 2017.

Enny menuturkan pemerintah bisa saja jika ingin mengatur jenis tertentu, tapi tidak semua jenis beras dapat diatur. Ia mencontohkan jenis beras yang dapat diatur pemerintah adalah jenis beras yang paling banyak dikonsumsi masyarakat.

Baca: Aturan HET Keluar, Pasokan Beras di Pasar Induk Cipinang Anjlok

Sedangkan jenis beras yang di luar penetapan pemerintah, terutama beras premium harus diserahkan pada mekanisme pasar. "Jenis-jenis beras premium zaman dulu terserah mekanisme pasar," ujarnya.

Menurut Enny, harga acuan pada prinsipnya merupakan harga referensi dan diperlukan agar mengurangi atau menghilangkan ketidaksempurnaan informasi pasar, sehingga petani serta konsumen mempunyai informasi harga acuan yang sama. Namun dikhawatirkan juga membuka multiinterpretasi.

Multiinterpretasi, kata Enny, dalam hal penegakkan hukum dikhawatirkan memicu kebijakan represif. Jika koordinasi tak efektif antarpemerintah, bukannya memberi efek jera, melainkan malah membuat ketidakpastian iklim usaha pangan.

Simak: Pedagang Beras Minta Pemerintah Turunkan Harga Eceran

Enny menjelaskan, kebijakan harga tunggal juga akan membuat hilangnya insentif usaha sektor pangan. Ia mengatakan nantinya petani akan berpikir bagus atau tidak hasil panennya akan sama saja pendapatannya.

Karena itu, Enny melihat kehadiran pemerintah dalam meregulasi perekonomian adalah menjaga agar kondisi persaingan berjalan sehat dan adil. Namun kondisi persaingan sehat tak mungkin bisa dilakukan dengan cara instan, apalagi sistem komando.

Enny juga mengingatkan agar pemerintah berhati-hati menetapkan kebijakan pangan. Jika tidak, pemerintah berpotensi melakukan government failure yang berakibat menciptakan kegagalan pasar atau market failure.

DIKO OKTARA

Berita terkait

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

7 hari lalu

Ekonom Senior INDEF Sebut Indonesia Harus Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel

Meski tidak bersinggungan secara langsung dengan komoditas pangan Indonesia, namun konflik Iran-Israel bisa menggoncang logistik dunia.

Baca Selengkapnya

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

8 hari lalu

Antisipasi Dampak Konflik Iran-Israel, Ekonom: Prioritaskan Anggaran untuk Sektor Produktif

Di tengah konflik Iran-Israel, pemerintah mesti memprioritaskan anggaran yang bisa membangkitkan sektor bisnis lebih produktif.

Baca Selengkapnya

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

39 hari lalu

Ekonom Indef soal Dugaan Korupsi di LPEI: Padahal Ekspor Andalannya Pemerintahan Jokowi

Ekonom Indef, Didin S. Damanhuri sangat prihatin atas dugaan korupsi yang terendus di lingkaran LPEI. Padahal, kata dia, ekspor adalah andalan pemerintahan Jokowi

Baca Selengkapnya

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

39 hari lalu

Imbas PPN Naik jadi 12 Persen, Indef Sebut Daya Saing Indonesia Bakal Turun

Kebijakan PPN di Tanah Air diatur dalam Undang-Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Baca Selengkapnya

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

40 hari lalu

Tarif PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Indonesia Paling Tinggi di Asia Tenggara

Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Indef Ahmad Heri Firdaus membandingkan besaran tarif PPN di Asia Tenggara.

Baca Selengkapnya

Indef: PPN jadi 12 Persen Akan Dorong Kenaikan Harga Bahan Pokok

40 hari lalu

Indef: PPN jadi 12 Persen Akan Dorong Kenaikan Harga Bahan Pokok

Indef menyatakan penjual akan reaktif terhadap kenaikan PPN.

Baca Selengkapnya

PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Pertumbuhan Ekonomi Turun karena Orang Tahan Konsumsi

40 hari lalu

PPN Naik jadi 12 Persen, Indef: Pertumbuhan Ekonomi Turun karena Orang Tahan Konsumsi

Indef membeberkan dampak kenaikan pajak pertabambahan nilai atau PPN menjadi 12 persen.

Baca Selengkapnya

Ekonom Ungkap Kriteria Ideal Menkeu Pengganti Sri Mulyani: Tidak Yes Man

52 hari lalu

Ekonom Ungkap Kriteria Ideal Menkeu Pengganti Sri Mulyani: Tidak Yes Man

Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti mengungkapkan kriteria ideal Menkeu seperti apa yang dibutuhkan oleh Indonesia di masa mendatang.

Baca Selengkapnya

Terkini: Ramai-ramai tentang Dana Bos untuk Program Makan Siang Gratis, Harga Bitcoin Tembus Rekor Rp 1 Miliar

54 hari lalu

Terkini: Ramai-ramai tentang Dana Bos untuk Program Makan Siang Gratis, Harga Bitcoin Tembus Rekor Rp 1 Miliar

Ekonom senior UI Faisal Basri menentang rencana penggunaan dana BOS untuk program makan siang gratis Prabowo-Gibran.

Baca Selengkapnya

Ekonom Indef Beberkan Penyebab Harga Pangan Naik, Mulai dari Pemilu hingga Ramadan

54 hari lalu

Ekonom Indef Beberkan Penyebab Harga Pangan Naik, Mulai dari Pemilu hingga Ramadan

Ekonom senior Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani membeberkan sejumlah faktor penyebab naiknya harga kebutuhan pokok,

Baca Selengkapnya