Petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) melamun saat unjuk rasa di depan kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta (14/12). Mereka menolak rencana pemerintah mengimpor gula 500.000 Ton. TEMPO/Subekti
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugeasteadi meminta petani tebu tidak takut dengan diterapkannya pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen untuk gula. Petani disarankan membentuk koperasi agar memperoleh restitusi.
"Petani ngumpul semua, bikin koperasi. Kalau menjadi badan hukum, pajak masukannya bisa dikreditkan sama koperasi tadi," kata Ken saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 11 Juli 2017.
Pada 13 Juli nanti, Ken akan bertemu dengan asosiasi petani tebu. Dia pun kembali akan meminta para petani tidak takut dengan PPN itu karena pembayar PPN adalah konsumen akhir. "Yang bayar bukan pabrik tebu, bukan petani. PPN itu intinya pembayarnya end user," ujar Ken.
Ken menjelaskan, pengenaan PPN 10 persen untuk gula harus dilakukan karena terdapat uji materi terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2007. PP ini mengatur impor dan penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari PPN.
Menurut Ken, PP tersebut membebaskan semua barang pertanian. Namun, setelah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) melakukan uji materi terhadap PP tersebut dan Mahkamah Agung mengabulkan permohonan itu, komoditas gula mesti dikenai PPN.
Pengenaan PPN untuk gula ditentang para petani tebu. Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita berharap komoditas itu tidak dikenai PPN, yang rencananya diterapkan tahun ini.