Industri Terpaksa Impor Bahan Baku Rp1,3 Triliun per Tahun

Reporter

Editor

Saroh mutaya

Rabu, 12 April 2017 23:02 WIB

Kertas catatan yang dibersihak dari celah-celah Tembok Barat, yang menjadi situs doa suci Yudaisme dalam rangka menjelang liburan Paskah Yahudi, di Kota Tua Yerusalem, 29 Maret 2017. REUTERS/Baz Ratner

TEMPO.CO, Pekanbaru - Pelaku industri kertas terpaksa mengimpor keping kayu atau wood chip untuk bahan baku senilai mencapai Rp1,3 triliun per tahun, sebagai konsekuensi penerapan kebijakan baru Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tentang pembangunan hutan tanaman industri di lahan gambut.

"Pengusaha pasti ikuti apa perintah negara, akan taat pada aturan yang berlaku. Di sisi lain, perusahaan juga akhirnya harus impor dengan biaya yang cukup besar sampai Rp1,3 triliun per tahun supaya mesin tidak tidur karena investasi yang dilakukan sudah sangat besar," kata Wakil Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Rusli Tan, ketika dihubungi dari Pekanbaru, Rabu, 12 April 2017.

Sebelumnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya pada Februari 2017 mengeluarkan aturan pelaksanaan pemulihan ekosistem gambut melalui empat Peraturan Menteri (Permen) sebagai turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut. Salah satunya adalah Permen No. P.17/2017 tentang Pembangunan Hutan Tanaman Industri.

Dalam aturan itu, terdapat konsesi hutan tanaman industri (HTI) yang dinyatakan masuk dalam kawasan hutan dengan fungsi ekosistem gambut, sehingga perusahaan selaku pemegang izin harus merevisi rencana kerja usaha (RKU) paling lambat 30 hari setelah menerima peta fungsi ekosistem gambut.

Konsesi yang masuk dalam fungsi ekosistem gambut dan sudah ada tanaman industri, hanya dapat dipanen satu daur dan tidak boleh ditanami kembali karena wajib dilakukan pemulihan. Rusli Tan menilai, impor wood chip terpaksa dilakukan agar pengusaha tidak kekurangan bahan baku, sedangkan kapasitas mesin pabrik pulp dan kertas nasional kini berkisar 10-12 juta ton per tahun.

Menurut dia, pelaku usaha kemungkinan besar akan melakukan impor bahan baku itu dari Malaysia.

Meski dalam Permen No.17/2017 terbuka peluang bagi pengelola konsesi mengajukan lahan usaha pengganti (land swap), namun Rusli Tan menilai pelaksanaannya tidak mudah dan butuh waktu untuk mendapatkan bahan baku seperti semula.

"Saya menilai kita harus duduk bersama lagi, baik dari pengusaha dan pemerintah dalam hal ini lintas kementerian yang terkait. Sebab saya melihat kebijakan ini belum komprehensif kalau dilihat dari keuntungannya bagi negara sendiri, terutama bagi tenaga kerja yang sudah ada," ujarnya.

Ia menjelaskan, dalam pelaksanaan land swap tidak akan mudah karena perusahaan harus memulai dari awal seperti membuka lahan, menanam, dan mempelajari karakteristik lahan untuk mendapatkan bahan baku produksi yang terbaik. Apabila lokasi lahan baru jauh dari pabrik, maka ini akan mempengaruhi penggunaan tenaga kerja.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian, industri pulp dan kertas menyerap 1,49 juta orang tenaga kerja baik langsung maupun tindak langsung dan menghidupi lebih dari 5,96 juta orang. Selain itu, pada 2016 industri itu telah menyumbang dalam perolehan devisa nasional sebesar 5,01 miliar dolar AS.

"Kalau lahannya pindah ke Papua dan Kalimantan, apa mungkin perusahaan akan bawa semua pekerjanya ke sana. Pengusaha tidak akan terlalu dibebani, karena impor bahan baku juga tidak jadi masalah buat mereka. Tapi ini akan jadi beban ke masyarakat karena lapangan kerja berkurang," katanya.

Ia menambahkan, impor bahan baku juga harus dilakukan secara jeli oleh pengusaha karena dikhawatirkan berefek pada kualitas produk dan harga kertas Indonesia. Padalah, ia mengatakan Indonesia sudah bisa menguasai 30 persen pangsa kertas fotokopi di Jepang, serta di pasar Korea Selatan, Malaysia, bahkan Amerika Serikat.

"Tahun ini harga kertas sudah naik sekitar 30 persen, dan saya tidak mau berandai-andai berapa kenaikannya lagi karena impor bahan baku pasti lebih mahal dan kualitasnya belum sebaik bahan baku kita. Artinya, keunggulan produk kertas Indonesia juga dipertaruhkan," kata Rusli Tan.

Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Riau Wijatmoko Rah Trisno menilai, kebijakan tentang pembangunan HTI dilahan gambut itu bakal berdampak kurang bagus bagi ekonomi daerah, khususnya Riau yang bergantung cukup besar pada industri kehutanan dan kelapa sawit. Karena itu, Apindo melakukan konsolidasi internal terutama kepada anggota yang bergerak didua sektor itu.

"Kami sedang lakukan konsolidasi internal anggota Apindo Riau, khususnya perusahaan kertas dan sawit yang langsung terdampak permen ini," katanya.

Apindo Riau akan merumuskan apa tindakan selanjutnya dari asosiasi atas regulasi baru tersebut, karena akan berdampak paling besar pada bidang ketenagakerjaan.

ANTARA

Berita terkait

Bea Cukai Beri Tips Terhindar dari Denda Bawa Barang Belanja dari Luar Negeri

37 menit lalu

Bea Cukai Beri Tips Terhindar dari Denda Bawa Barang Belanja dari Luar Negeri

Bea Cukai memberi tips agar tak terkena sanksi denda saat bawa barang belanja dari luar negeri.

Baca Selengkapnya

Laporan Dugaan Korupsi Impor Emas oleh Eko Darmanto Masih Ditindaklanjuti Dumas KPK

1 hari lalu

Laporan Dugaan Korupsi Impor Emas oleh Eko Darmanto Masih Ditindaklanjuti Dumas KPK

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, mengatakan laporan yang disampaikan bekas Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto, masih ditindaklanjuti.

Baca Selengkapnya

Viral Kasus Bea Masuk Rp 31 Juta Satu Sepatu, Dirjen Bea Cukai: Itu Termasuk Denda Rp 24 Juta

1 hari lalu

Viral Kasus Bea Masuk Rp 31 Juta Satu Sepatu, Dirjen Bea Cukai: Itu Termasuk Denda Rp 24 Juta

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani mengatakan kasus pengenaan bea masuk Rp 31 juta untuk satu sepatu sudah sesuai aturan.

Baca Selengkapnya

Mendag Zulkifli Hasan Sebut Neraca Perdagangan Indonesia Surplus US$ 4,47 Miliar, Impor Barang Modal Laptop Anjlok

1 hari lalu

Mendag Zulkifli Hasan Sebut Neraca Perdagangan Indonesia Surplus US$ 4,47 Miliar, Impor Barang Modal Laptop Anjlok

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan klaim neraca perdaganga Indonesia alami surplus, ada beberapa komoditas yang surplus dan ada beberapa yang defisit.

Baca Selengkapnya

Kini Impor Bahan Baku Plastik Tidak Perlu Pertimbangan Teknis Kemenperin

2 hari lalu

Kini Impor Bahan Baku Plastik Tidak Perlu Pertimbangan Teknis Kemenperin

Kementerian Perindustrian atau Kemenperin menyatakan impor untuk komoditas bahan baku plastik kini tidak memerlukan pertimbangan teknis lagi.

Baca Selengkapnya

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

3 hari lalu

Kemenkeu Antisipasi Dampak Penguatan Dolar terhadap Neraca Perdagangan

Kementerian Keuangan antisipasi dampak penguatan dolar terhadap neraca perdagangan Indonesia.

Baca Selengkapnya

Nilai Tukar Rupiah Melemah, Pengusaha Minta Pemerintah Perluas Pemberian Insentif

4 hari lalu

Nilai Tukar Rupiah Melemah, Pengusaha Minta Pemerintah Perluas Pemberian Insentif

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Shinta Kamdani menilai melemahnya nilai tukar rupiah berdampak pada penurunan confidence ekspansi usaha di sektor manufaktur nasional.

Baca Selengkapnya

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

5 hari lalu

Impor Maret 2024 Turun 2,6 Persen, Impor Bahan Baku Turun tapi Barang Konsumsi Naik

BPS mencatat impor pada Maret 2024 turun 2,6 persen secara bulanan. Impor bahan baku dan bahan penolong turun, tapi barang konsumsi naik.

Baca Selengkapnya

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

5 hari lalu

BPS: Impor Beras pada Maret 2024 Melonjak 29 Persen

Badan Pusat Statistik atau BPS mengungkapkan terjadi lonjakan impor serealia pada Maret 2024. BPS mencatat impor beras naik 2,29 persen. Sedangkan impor gandum naik 24,54 persen.

Baca Selengkapnya

Indonesia Targetkan Nilai Ekspor Kopi ke Mesir Tahun Ini Tembus Rp 1,5 Triliun

5 hari lalu

Indonesia Targetkan Nilai Ekspor Kopi ke Mesir Tahun Ini Tembus Rp 1,5 Triliun

Atase Perdagangan Kairo, M Syahran Bhakti berharap eksportir kopi Indonesia dapat memenuhi permintaan dari Mesir pada 2024 ini di atas Rp 1,5 triliun.

Baca Selengkapnya