Pegawai tengah menghitung uang dolar AS di sebuah tempat penukaran mata uang asing di kawasan Kuningan, Jakarta, 13 September 2016. Bank Indonesia menetapkan kurs tengah di Rp13.151 per dolar AS, melemah 0,47% atau 62 poin dari posisi Rp13.089 per dolar AS pada Jumat (9/9/2016). Tempo/Tony Hartawan
TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah menjelang akhir pekan ini diprediksi stabil. Pada pembukaan perdagangan kemarin, rupiah sempat melemah, meskipun akhirnya ditutup menurun tipis di level 13.361.
Analis dari Samuel Sekuritas, Rangga Cipta, mengatakan penguatan justru terlihat di pasar Surat Utang Negara (SUN). "Tetap bertahan di tengah sentimen kenaikan yield global dan kenaikan inflasi domestik," ucapnya dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 3 Maret 2017.
Rupiah yang bergerak stabil, ujar Rangga, kemungkinan disebabkan oleh komitmen Bank Indonesia untuk tetap menstabilkan rupiah ketika gejolak di pasar keuangan mulai meningkat. Jadi rupiah relatif stabil ketika mayoritas kurs di Asia melemah terhadap dolar Amerika Serikat.
"Tendensi pelemahan rupiah berpeluang bertahan dalam jangka pendek," tuturnya.
Sedangkan peluang kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (Fed Fund Rate/FFR) terus meningkat. Rangga mengatakan indeks dolar menguat tajam seiring dengan semakin banyaknya pejabat bank sentral Amerika (The Fed) menyerukan kenaikan Fed Fund Rate dalam waktu dekat.
"Yield US Treasury juga naik cukup tajam hingga dinihari tadi," ucapnya. Rangga mengatakan klaim tingkat pengangguran Amerika yang diumumkan turun juga mendorong penguatan dolar. "Bahkan efek positif dari optimisme kebijakan Trump mulai tergerus oleh spekulasi kenaikan FFR target."
Sementara itu, mayoritas yield SUN seri benchmark justru dilaporkan turun. Rangga berujar, proporsi kepemilikan SUN oleh asing juga terlihat meningkat dalam beberapa hari terakhir. Menurut Rangga, setelah BI mulai menutup peluang penurunan suku bunga acuan 7 Days Repo Rate, hanya perbaikan kondisi fundamental ekonomi domestik yang menjadi penyedia sentimen positif bagi pasar SUN.
Hal itu dapat diupayakan dan dicerminkan melalui defisit neraca transaksi berjalan (CAD) dan defisit fiskal yang lebih rendah. "Perbaikan fundamental biasanya identik dengan harapan kenaikan peringkat utang oleh lembaga pemeringkat internasional," tuturnya.
Secara umum, Rangga mengatakan tekanan kenaikan yield global akan bertahan seiring dengan meningkatnya peluang kenaikan FFR pada rapat The Fed, 17 Maret mendatang. "Sehingga tekanan kenaikan yield SUN juga tak akan terhindarkan."