TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menegaskan kewajiban perizinan operasi bagi penyelenggara kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB) yang saat ini masih berstatus ilegal. KUPVA BB yang saat ini belum memperoleh izin dari BI memiliki kesempatan mengajukan izin paling lambat 7 April 2017.
"Jika lewat dari masa transisi dan masa tenggang itu, akan kami tindak tegas secara hukum," ucap Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan dan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Enny Panggabean dalam konferensi pers di BI, Thamrin, Jakarta, Senin, 30 Januari 2017.
Enny berujar, BI akan bekerja sama dengan Polri, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serat Badan Narkotika Nasional (BNN) setelah berakhirnya batas waktu itu melalui operasi penertiban. KUPVA BB atau sering disebut juga dengan money changer merupakan kegiatan usaha yang meliputi kegiatan penukaran yang dilakukan dengan mekanisme jual-beli uang kertas asing serta pembelian cek pelawat.
KUPVA BB merupakan tempat alternatif selain bank untuk menukarkan valuta asing. Salah satu kewajiban KUPVA BB adalah adanya badan hukum perseroan terbatas yang seluruh sahamnya dimiliki warga negara Indonesia (WNI) dan/atau badan usaha yang seluruh sahamnya dimiliki WNI.
Enny menjelaskan, untuk mendapatkan izin sebagai penyelenggara KUPVA BB, pemohon cukup menyampaikan permohonan secara tertulis kepada BI yang dilampirkan dengan dokumen perizinan dan tidak dipungut biaya. "Apabila pengajuannya lewat 7 April 2017, BI akan merekomendasikan penghentian kegiatan usaha atau pencabutan izin."
Peraturan perizinan itu, menurut Enny, sangat penting untuk memudahkan pengawasan. Sebab, pada beberapa KUPVA BB ilegal atau tak berizin, ditemukan indikasi pemanfaatan untuk tindak kejahatan, seperti pencucian uang, narkoba, dan pendanaan terorisme. Untuk itu, kami bekerja sama dengan tiga lembaga guna menertibkannya," tuturnya.