Kakao yang sudah kering setelah dijemur di Desa Gantarang Keke, Sulawesi Selatan, 8 Mei 2015. Indonesia merupakan negara produsen kako terbesar ketiga di dunia. REUTERS/Yusuf Ahmad
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Sindra Wijaya menilai adanya prospek pertumbuhan pasar baru selain dari negara-negara tujuan ekspor saat ini. Misalnya, contoh produk bubuk kakao yang diminati di wilayah Asia Pasifik dan Timur Tengah.
"Ditargetkan dapat meningkat hingga 20 persen melalui negara-negara tersebut,” kata Sindra saat dihubungi Bisnis.com, Minggu, 22 Januari 2017.
Sindra yakin kinerja ekspor kakao Indonesia tahun ini dapat tumbuh apabila semua pihak konsisten membenahi produksi di tingkat hulu. Menurut dia, tahun lalu, industri kakao mengalami penurunan nilai ekspor akibat kurangnya pasokan biji kakao.
“Kan sempat dibatasi Menteri Pertanian untuk impor biji kakao. Untungnya sekarang sudah dibuka kembali keran impor itu,” ujar Sindra.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai ekspor kakao Indonesia ke beberapa negara mitra dagang mengalami penurunan secara year on year hingga Oktober 2016. Beberapa negara tersebut, antara lain Amerika Serikat, China, dan Malaysia.
Penurunan terjadi hingga US$ 50 juta lebih secara year on year terhadap ekspor komoditas kakao Indonesia ke Malaysia. Masih periode yang sama, peningkatan terjadi di beberapa negara seperti Brazil dan Uni Emirat Arab. Meski nilai ekspor komoditas tersebut di kedua negara itu tak lebih dari US$ 50 juta pada 2015-2016, pelaku optimistis dapat menyasar pasar tersebut.