Tony Kuesgen, Managing Editor Google Indonesia berpose dalam acara Google untuk Indonesia di Pacific Place, Jakarta, 9 Agustus 2016. Tempo/ Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak kembali memanggil manajemen Google Asia-Pacific Pte Ltd, induk perusahaan Google Indonesia, untuk menagih data transaksi keuangan pada Kamis, 19 Januari 2017. Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi siap membawa kasus ini ke penyidikan apabila Google mangkir.
"Kalau tidak, ya kami lakukan penindakan. Akan saya sidik sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia," kata Ken di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 17 Januari 2017.
Ditjen Pajak berulang kali mengancam Google memenuhi kewajiban pembayaran pajak atas transaksi ekonominya di Indonesia. Hingga saat ini, pengelola perusahaan mesin pencarian terbesar di dunia tersebut belum menyerahkan data transaksi server, iklan, dan jenis perdagangan lain. Data itu penting untuk menentukan jumlah pajak yang harus dibayarkan Google kepada pemerintah.
Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv memberikan kesempatan kepada Google untuk menyerahkan data transaksi tanpa tenggat. Dengan berbagai pendekatan, Haniv yakin Google akan menyerahkan seluruh dokumen elektronik yang dibutuhkan pada akhir bulan ini.
Sebelumnya, Google tak mau membayar pajak karena merasa total tagihan hanya mencapai Rp 337,5-405 miliar. Ditjen Pajak menghitung, penghasilan Google pada 2015 mencapai Rp 6 triliun dengan penalti Rp 3 triliun. Jika penyidikan dilakukan, Google terancam denda 400 persen dari pajak terutang.
Menurut Haniv, Ditjen Pajak juga bisa mengenakan denda dengan cara pungutan, seperti yang dilakukan India dan Inggris. Pungutan tersebut ditentukan sesuai dengan selisih tarif pajak yang berlaku di negara asal dengan negara tempat beroperasi. "Itu undang-undang yang bicara. Makanya butuh andil Dewan Perwakilan Rakyat," tutur Haniv.