TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kenaikan jumlah Daftar Efek Syariah (DES) periode II 2016. Jumlahnya meningkat dari 321 efek menjadi 345 efek.
"Jumlah DES periode II merupakan jumlah tertinggi selama ini," kata Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal Sardjito di Gedung OJK, Jakarta, Senin, 28 November 2016.
Dari total 345 efek, tiga di antaranya berupa saham emiten dan perusahaan publik dari entitas syariah. Sementara sisanya merupakan saham emiten dan perusahaan publik yang tidak menyatakan kegiatan dan pengelolaan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Namun mereka memenuhi kriteria sebagai saham syariah seperti diatur dalam Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek Syariah.
Sardjito mengatakan DES terbesar berasal dari sektor perdagangan, jasa, dan investasi, yaitu 87 saham. Jumlahnya mencapai 25,2 persen dari total DES.
Efek terbesar lain berasal dari sektor properti, real estate, dan konstruksi bangunan, yaitu 58 saham atau 16,81 persen dari total DES. Sisanya merupakan DES dari sektor industri dasar dan kimia sebanyak 52 saham atau 15,07 persen dari total DES.
OJK menerbitkan DES secara periodik, yaitu dua kali setahun. DES diterbitkan pada akhir Mei dan November setiap tahun.
Sardjito menambahkan, DES merupakan panduan investasi bagi pihak pengguna DES, seperti manajer investasi pengelola reksadana syariah, asuransi syariah, dan investor yang mempunyai keinginan untuk berinvestasi pada portofolio efek syariah. DES juga bisa dimanfaatkan sebagai referensi bagi penyedia indeks syariah, seperti PT Bursa Efek Indonesia yang menerbitkan Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI).
Penerbitan keputusan tersebut didasarkan pada hasil penelaahan berkala yang dilakukan OJK atas Laporan Keuangan Emiten dan Perusahaan Publik, data serta informasi pendukung lain. Daftar Efek Syariah yang telah ditetapkan sebelumnya juga dijadikan dasar.
Sementara sumber data yang digunakan untuk melakukan penelaahan atas emiten dan perusahaan publik yang tidak menyatakan bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahanya dilakukan berdasarkan prinsip syariah adalah laporan keuangan yang berakhir pada 30 Juni 2016. Selain itu, data pendukung lain berupa data tertulis dari emiten atau perusahaan publik yang telah diterima OJK hingga 15 November 2016.
Danamon Syariah Gelar Travel Fair hingga 24 Maret 2024, Layani Daftar Ibadah Haji dan Umrah
37 hari lalu
Danamon Syariah Gelar Travel Fair hingga 24 Maret 2024, Layani Daftar Ibadah Haji dan Umrah
Bank Danamon Syariah menggelar Travel Fair 2024 untuk membantu nasabah yang ingin menunaikan ibadah haji dan umrah. Acara berlangsung di Gandaria City Mall, Jakarta, mulai 21 sampai 24 Maret 2024.
BSI Santuni 3.333 Anak Yatim, Ma'ruf Amin: Kesempatan Mengenalkan Bank Syariah
40 hari lalu
BSI Santuni 3.333 Anak Yatim, Ma'ruf Amin: Kesempatan Mengenalkan Bank Syariah
Direktur BSI Hery Gunarni mengatakan kegiatan santunan anak yatim merupakan rangkaian agenda rutin ulang tahun atau milad BSI yang jatuh setiap 1 Februari.
BI Proyeksikan Ekonomi Syariah Tumbuh hingga 5,5 Persen pada 2024
26 Februari 2024
BI Proyeksikan Ekonomi Syariah Tumbuh hingga 5,5 Persen pada 2024
BI memproyeksikan Ekonomi Syariah Indonesia tumbuh sebesar 4,7 hingga 5,5 persen pada 2024. Adapun pertumbuhan tersebut didukung oleh pembiayaan perbankan syariah.
Kemenkeu Sebut Porsi Keuangan Syariah RI Masih Minim: Hanya 10,81 Persen
26 Februari 2024
Kemenkeu Sebut Porsi Keuangan Syariah RI Masih Minim: Hanya 10,81 Persen
Kementerian Keuangan menyoroti minimnya porsi keuangan syariah terhadap kinerja sektor keuangan nasional. Padahal, masyarakat Indonesia mayoritas beragama Islam.
Terpopuler: Pengganti Sri Mulyani dan Basuki Hadimuljono yang Dikabarkan Tak Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Strategi Menteri ATR AHY Berantas Mafia Tanah
22 Februari 2024
Terpopuler: Pengganti Sri Mulyani dan Basuki Hadimuljono yang Dikabarkan Tak Masuk Kabinet Prabowo-Gibran, Strategi Menteri ATR AHY Berantas Mafia Tanah
Menkeu Sri Mulyani Indrawati dikabarkan tidak masuk dalam kabinet pemerintahan berikutnya. Lalu siapa yang berpotensi menjadi Menkeu berikutnya?