TEMPO.CO, Jakarta - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) hari ini kembali merilis peringkat baru bagi korporasi dan emiten, salah satunya PT AKR Corporindo Tbk (AKRA).
Menurut analis Pefindo Gifar Sakti, saat ini AKR Corporindo memiliki peringkat idAA- untuk perusahaan dan Obligasi I Tahun 2012 dengan outlook positif. Peringkat tersebut berlaku pada periode 3 Oktober 2016-1 Oktober 2017.
Faktor pendukung peringkat itu berasal dari permintaan yang stabil terhadap bahan bakar minyak di Indonesia. "Selain itu, karena jaringan infrastruktur dan logistik yang ekspansif serta proteksi arus kas dan likuiditas yang kuat," kata Gifar Sakti dalam konferensi pers yang diadakan di Kantor Pefindo, Jakarta Selatan, Senin, 28 November 2016.
Namun karena adanya pemanfaatan utang yang lebih besar untuk ekspansi usaha dapat memicu terkoreksinya outlook perusahaan maupun obligasi AKRA yang saat ini berada pada level positif.
Menurut Gifar, pemanfaatan utang yang lebih besar untuk ekspansi akan melemahkan ukuran-ukuran struktur permodalan dan proteksi arus kas. Selain itu, penurunan harga bahan bakar secara signifikan juga akan berdampak negatif pada arus kas dan profitabilitas.
"Outlook direvisi menjadi stabil jika AKRA secara agresif membiayai ekspansi usaha dengan utang dalam jumlah yang lebih besar dari yang diproyeksikan," kata Gifar.
Menurut Gifar, faktor yang membatasi peringkat AKRA terkait dengan risiko pengembangan kawasan industri maupun paparan terhadap risiko penurunan dalam industri pertambangan. Sejauh ini pangsa pasar AKRA di bisnis jasa pengangkutan dan penyimpanan BBM masih terbilang aman, karena tidak ada kompetitor yang memiliki kesiapan infrastruktur. "AKRA satu-satunya perusahaan swasta yang memberikan jasa penyaluran dan penyimpanan BBM yang dipercaya pemerintah," ucapnya.
Gifar menambahkan, ada peluang bagi AKRA untuk menaikkan peringkat, yakni jika perseroan mampu mencapai target penjualan lahan di kawasan industri dan mempertahankan manajemen biaya yang efisien. "Selain itu tetap menjaga kebijakan keuangan yang konservatif ditunjukkan dengan rasio utang terhadap EBITDA dua kali lebih rendah."
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
25 Februari 2024
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
Aliran modal asing tetap surplus kendati ada penjualan Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), karena jumlah modal masuk ke pasar saham jauh lebih besar.
Potensi Bursa Karbon Cukup Besar, Bos OJK: 71,95 Persen Karbon Masih Belum Terjual
4 Desember 2023
Potensi Bursa Karbon Cukup Besar, Bos OJK: 71,95 Persen Karbon Masih Belum Terjual
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menjelaskan bahwa ke depan potensi bursa karbon masih cukup besar.