TEMPO.CO, Jakarta - PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) merevisi outlook PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA) menjadi negatif. Revisi ini permintaan properti masih lemah.
Analis Pefindo Dahlia Kusuma Wardhani mengatakan, kondisi pasar yang masih lesu merupakan alasan dari direvisinya outlook SMRA. Secara umum perusahaan properti lebih menjaga timing (waktu yang tepat) untuk meluncurkan produk di semester kedua 2016.
"Biasanya mereka men-delaylaunching sambil menunggu pasar membaik sebelum meluncurkan produk baru," kata Dahlia di Bursa Efek Indonesia, Kamis, 29 September 2016.
Saat ini peringkat SMRA adalah idA+, untuk perusahaan dan Obligasi Berkelanjutan I/2013-2015, dan idA+(sy) untuk Sukuk Ijarah Berkelanjutan I/2013-2015. Periode peringkat berlaku per 1 September 2016 hingga 1 September 2017.
Adapun faktor-faktor yang membatasi peringkat antara lain struktur permodalan yang moderat dan perlindungan arus kas yang rata-rata, risiko pengembangan proyek baru di area baru, dan karakteristik industri properti yang sensitif terhadap perubahan kondisi makro ekonomi.
“Faktor yang mendukung peringkat untuk naik kalau posisi pasar SMRA yang kuat di dalam industri properti, kualitas yang baik, dan posisi pendapatan berulang yang cukup,” ucap Anies.
SMRA merevisi target marketing sales tahun ini menjadi Rp 3,5 triliun. Artinya, SMRA memangkas marketing sales hingga 22,2 persen. Revisi target itu dilakukan karena kondisi pasar properti yang lesu. Padahal pada pada awal 2016, pengembang kawasan Summarecon Kelapa Gading itu optimistis bisa meraih pra penjualan hingga Rp 4,5 triliun.
Menurut Anies, peringkat SMRA akan diturunkan jika perbaikan kinerja keuangan SMRA berada di bawah ekspektasi sebagai akibat dari lemahnya penjualan properti dan lambatnya pekerjaan konstruksi. Peringkat juga berada dalam tekanan jika penambahan utang melebihi proyeksi yang berakibat pada struktur permodalan yang agresif di beberapa triwulan ke depan dengan rasio utang terhadap EBITDA berada di atas 4x.
Namun, kata Anies, outlook bisa direvisi menjadi stabil jika SMRA dapat memperbaiki struktur permodalan dan proteksi arus kas secara berkelanjutan.
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
25 Februari 2024
Pekan Keempat Februari, Aliran Modal Asing Masuk Rp 1,01 Triliun
Aliran modal asing tetap surplus kendati ada penjualan Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), karena jumlah modal masuk ke pasar saham jauh lebih besar.
Potensi Bursa Karbon Cukup Besar, Bos OJK: 71,95 Persen Karbon Masih Belum Terjual
4 Desember 2023
Potensi Bursa Karbon Cukup Besar, Bos OJK: 71,95 Persen Karbon Masih Belum Terjual
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi menjelaskan bahwa ke depan potensi bursa karbon masih cukup besar.